REPUBLIKA.CO.ID, NANGARHAR -- Ledakan di provinsi Nangarhar, Afghanistan timur menewaskan sedikitnya 18 orang dan melukai puluhan lainnya. Ledakan pada Ahad (17/6) di luar kantor gubernur regional di Kota Jalalabad, terjadi hanya sehari setelah seorang pembom bunuh diri menewaskan sedikitnya 36 orang, termasuk warga sipil, pasukan pemerintah, dan pejuang Taliban pada hari raya Idul Fitri.
Dilansir dari Aljazirah, tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan pada Ahad (17/6). Namun, serangan pada Sabtu (16/6) diklaim dilakukan oleh afiliasi lokal dari ISIS.
Direktur Kesehatan Provinsi Nangarhar, Najibullah Kamawal menyebutkan korban tewas akibat ledakan pada Ahad (17/6) berjumlah 18 jiwa, dan 49 orang lainnya terluka. Ia mengatakan jumlah korban tewas bisa terus meningkat.
"Beberapa yang terluka, berada dalam kondisi serius," kata Kamawal.
Secara terpisah, Taliban mengesampingkan perpanjangan perjanjian gencatan senjata dengan pemerintah Afghanistan yang berakhir pada malam hari. Kedua belah pihak telah sepakat untuk menghentikan operasi terhadap satu sama lain saat libur lebaran Idul Fitri dimulai pada Jumat (15/6).
Pada hari Sabtu, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengumumkan perpanjangan gencatan senjata tanpa menentukan tanggal akhir dan menyerukan kepada Taliban untuk melakukan hal yang sama. Ghani juga mengatakan, dalam semangat Idul Fitri dan gencatan senjata, kantor jaksa agung telah membebaskan 46 tawanan Taliban.
Kemungkinan kesepakatan perdamaian antara pemerintah Afghanistan dan Taliban datang ketika ISIS menetapkan kehadirannya di negara tersebut.
Mantan penasihat kepala eksekutif Afghanistan, Omar Samad mengatakan aksi bom bunuh diri pada Sabtu, merupakan peringatan bagi semua orang di negara itu, termasuk Taliban tentang ancaman eksistensialis ada di mana saja.
"Apa yang kami lihat hari ini adalah pengingat bahwa ISK (cabang ISIS di Afghanistan) adalah ancaman potensial, bahwa sesuatu harus dilakukan mengenai hal itu," kata Samad.
Ia berharap Taliban dan pemerintah Afghanistan dapat mencapai kesepakatan tentang bagaimana menangani Negara Islam. Dengan demikian, ada titik bersejarah bagi kemungkinan dialog antara kedua belah pihak.
"Apabila hal itu terjadi, maka saya berpikir bahwa Afghanistan memiliki hari-hari yang lebih baik di depan," ujar dia.