REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU SELATAN -- Keterbatasan lahan untuk pengembangan sektor pertanian menjadi masalah bagi petani dan pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, dalam ketahanan pangan. Wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan kini hanya memiliki lahan total seluas 118 ribu hektare.
Jumlah itu terdiri dari 70 ribu hektare lahan pertanian, 35 ribu hektare hutan negara, dan 13 ribu hektare lahan bukan pertanian. "Keterbatasan lahan pertanian adalah kendala utama dalam menuju swasembada pangan," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bengkulu Selatan Iskandar Az, Selasa.
Pemerintah setempat mencatat, empat tahun lalu, luas lahan persawahan masih mencapai 19 ribu hektare. Dari jumlah itu, lahan sawah irigasi mencapai seluas 8 ribu hektare dan lahan sawah tadah hujan seluas 11 ribu hektare.
Akan tetapi, terhitung sejak 2015 hingga 2018, lahan sawah tadah hujan menyusut drastis dengan hanya menyisakan luas 2.628 hektare saja. Penyusutan itu disebabkan konversi lahan pertanian secara besar-besaran menjadi kawasan perkebunan.
"Lahan yang seharusnya memproduksi komoditas pertanian, berubah menjadi lahan penghasil produk perkebunan. Situasi ini mengancam kedaulatan pangan di Kabupaten Bengkulu Selatan," ungkap Iskandar.
Selain penyusutan lahan pertanian sawah tadah hujan, tingkat lahan kritis akibat penggunaan bahan kimia jangka panjang kian menghawatirkan. Hal ini diproyeksikan dapat mengganggu produktivitas hasil pertanian dan dianggap sebagai salah satu ancaman terburuk bagi pencapaian target swasembada pangan.
"Beberapa hal yang kami lakukan guna merealisasikan swasembada pangan adalah dengan intensifikasi di lahan pertanian yang sudah ada, pengendalian konversi lahan, dan pemanfaatan hutan tanaman rakyat," jelas Iskandar.