Rabu 20 Jun 2018 07:40 WIB

Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Produksi OPEC

Rusia mengusulkan peningkatan produksi minyak anggota OPEC+ sebesar 1,5 juta bph

Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak turun pada akhir perdagangan Selasa (19/6) atau Rabu (20/6) pagi WIB. Turunnya harga minyak terjadi menjelang kemungkinan peningkatan pasokan minyak mentah OPEC dan ketika meningkatnya perselisihan perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina memicu aksi jual tajam di banyak pasar global.

Patokan harga internasional, kontrak berjangka minyak mentah jenis Brent untuk pengiriman Agustus turun 0,26 dolar AS menjadi ditutup pada 75,08 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara itu, patokan AS, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli turun 0,78 dolar AS menjadi menetap di 65,07 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Menteri Energi Alexander Novak mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia berencana mengusulkan peningkatan produksi minyak melalui kesepakan anggota OPEC+ sebesar 1,5 juta barel per hari. Pernyataan tersebut disampaikan Novak beberapa hari sebelum kunjungannya ke Wina untuk KTT OPEC.

Komentar terbaru dari Novak bahwa mereka berupaya untuk meningkatkan produksi 1,5 juta barel per hari memberikan tekanan secara signifikan terhadap harga minyak. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang telah menahan pasokan mereka sejak 2017, akan bertemu pada Jumat (22/6) di Wina, di mana mereka diharapkan akan mengambil keputusan mengenai apakah akan meningkatkan produksi minyak global, dan seberapa banyak.

Namun demikian, Iran mengatakan OPEC tidak mungkin mencapai kesepakatan tentang produksi minyak minggu ini, menetapkan panggung untuk bentrokan dengan Arab Saudi dan Rusia, yang mendorong untuk meningkatkan produksi secara tajam mulai Juli untuk memenuhi permintaan global yang terus meningkat.

Meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok juga membebani pasar global termasuk pasar minyak, kata John Kilduff, mitra di hedge fund energi Again Capital LLC di New York.

Kedua negara mengancam tarif hukuman atas ekspor mereka satu sama lain, yang bisa termasuk minyak. Impor minyak AS telah melonjak sejak 2017 dengan nilai hampir satu miliar dolar AS per bulan.

Saham-saham perusahaan Cina jatuh ke titik terendah dalam hampir setahun. Sementara di Amerika Serikat, ketiga indeks saham utama turun, dengan Dow Jones Industrial Average menghapus kenaikannya untuk tahun ini.

"WTI lebih rentan terhadap spillover dari aksi jual keras di pasar ekuitas global daripada Brent, karena perbedaan antara dua patokan tersebut telah membentang kembali menjadi di atas 10 dolar AS per barel," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois, dalam sebuah catatan.

Sementara itu, cadangan minyak mentah AS turun lebih besar dari yang diperkirakan pada minggu lalu, sementara persediaan bensin dan distilat meningkat, kelompok industri American Petroleum Institute mengatakan Selasa malam, menjelang laporan pemerintah pada Rabu pukul 10.30 pagi (14.30 GMT).

Persediaan minyak mentah turun tiga juta barel dalam seminggu hingga 15 Juni menjadi 430,6 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi para analis untuk penurunan 1,9 juta barel.

sumber : Antara/Xinhua
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement