Rabu 20 Jun 2018 10:39 WIB

Pemerintah Minta KPU Sinkronisasi PKPU Pencalonan Caleg

Pemerintah menilai PKPU Pencalonan Caleg bertentangan dengan UU.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto: republika
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum-HAM), Widodo Ekatjahjana, meminta KPU mau kembali melaksanakan sinkronisasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk membahas PKPU pencalonan caleg. Hal tersebut merupakan tanggapan atas pernyataan KPU yang siap mengundangkan PKPU secara mandiri jika tidak juga disetujui oleh Kemenkum-HAM.

"Kemenkum-HAM berharap, KPU melakukan sinkronisasi/penyelarasan dengan mengundang kememterian/lembaga terkait, seperti Bawaslu, DKPP, Kemendagri, MK dan sebagainya," ujar Widodo ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (20/6).

Menurutnya, rapat koordinasi untuk sinkronisasi dan penyelarasan itu penting agar nantinya PKPU yang disusun tidak bertentangan dengan putusan MK dan peraturan yang lebih tinggi. Widodo mengungkapkan jika dalam surat Kemenkum-HAM kepada KPU saat mengembalikan PKPU pencalonan caleg beberapa waktu lalu, masukan ini sudah diberikan.

"Mudah-mudahan sinkronisasi PKPU dengan mengundang kementerian dan lembaga terkait itu bisa segera terlaksana. Supaya ketika diajukan pengundangannya ke Kemenkum-HAM tidak lagi substansinya bertentangan dengan putusan MK dan peraturan yang lebih tinggi," tegas Widodo.

Sebelum Idul Fitri lalu,  Kemenkum-HAM, telah resmi mengembalikan PKPU pencalonan caleg yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi kepada KPU. Dengan dikembalikannya PKPU tersebut maka Kemenkum-HAM masih menolak mengundangkan aturan tersebut.

Sementara itu, Komisioner KPU, Ilham Saputra, mengatakan ada rencana memberlakukan secara otomatis PKPU yang memuat larangan pencalonan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi. Cara itu akan ditempuh jika upaya pengundangan PKPU tersebut tetap mengalami penolakan oleh Kemenkum-HAM.

Menurut Ilham, KPU akan berkirim surat kepada Kemenkum-HAM setelah 21 Juni nanti. Surat tersebut adalah balasan atas surat Kemenkum-HAM sebelumnya yang menyatakan resmi mengembalikan PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

"Nanti kami akan mengirim suratnya untuk memastikan bahwa sampai sejauh mana PKPU itu. Kami akan melihat kembali bagaimana tanggapan Kemenkum-HAM," ujar Ilham ketika dikonfirmasi wartawan pada Selasa (19/6).

Dia melanjutkan, meski Kemenkum-HAM telah menolak PKPU pencalonan caleg, KPU kembali akan mengupayakan langkah administrasi untuk mengundangkan aturan itu. Namun, KPU pun tetap menyiapkan opsi langkah lainnya.

"Jika kemudian Kemenkum-HAM (tetap) menolak, maka kami akan memberlakukan PKPU itu secara otomatis. Kemudian, kami anggap bahwa PKPU itu berlaku secara otomatis ketika ditandatangani oleh Ketua KPU," tegas Ilham.

Senada dengan Ilham, Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie, ssbelumnya mengatakan KPU bisa mengundangkan sendiri  PKPU pencalonan caleg yang memuat larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi. Menurutnya, pemerintah sebaiknya tidak melakukan intervensi atas pengundangan salah satu aturan teknis pemilu tersebut.

"KPU bisa mengundangkan sendiri PKPU. Saran saya, pemerintah dalam hal ini bisa mendorong orang melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA), daripada menghalangi proses administrasinya (pengundangannya)," ujar Jimly saat dijumpai wartawan di kediaman Oesman Sapta Odang, Karangasem, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (16/6).

Hal ini merujuk kepada proses pengundangan terhadap PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang ditolak oleh Kemenkum-HAM. Penolakan pengundangan itu dilakukan karena pemerintah menganggap aturan larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi bertentangan dengan peraturan di atasnya, yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Meski tindakan pemerintah didasari alasan yang dinilai baik, Jimly menilai tindakan mereka akan menjadi preseden buruk bagi lembaga lain. Jika pemerintah saat ini menolak pengundangan PKPU, maka akan menegaskan semua lembaga juga akan tunduk kepada wibawa pemerintah.

"(Kewenangan) KPU sebagai lembaga terkait yang mendapat kewenangan pembuatan regulasi (kepemiluan) menjadi sia-sia. Itu kedepannya tidak hanya berlaku buat KPU, tapi juga lembaga lain, seperti Bank Indonesia, KPK bisa ditekan pemerintah," jelasnya.

Karenanya, Jimly menyarankan pemerintah menyerahkannya kepada masyarakat. "Nanti banyak kok orang yang tidak setuju dan akan gugat PKPU ke MA. Pemerintah tak usah ikut campur," tegas Jimly.
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement