Jumat 22 Jun 2018 06:55 WIB

Jumlah Utang Luar Negeri Indonesia Meningkat 7,6 Persen

Utang luar negeri tersebut didominasi utang pemerintah dan bank sentral.

Utang dalam dolar AS. (Illustrasi)
Foto: CCSMALBUSINESS
Utang dalam dolar AS. (Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang luar negeri (ULN) Indonesia hingga akhir April 2018 naik 7,6 persen secara tahunan atau year on year (YOY). Posisi utang luar negeri Indonesia per akhir April mencapai 356,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 5.028 triliun (kurs Rp 14.090 per dolar AS).

Berdasarkan data Statistik ULN Bank Indonesia (BI) yang diumumkan di Jakarta, Kamis (21/6), utang tersebut terdiri atas utang pemerintah dan bank sentral sebesar 183,8 miliar dolar AS. Jumlah tersebut meningkat 9,5 persen (YOY).

Sementara itu, utang swasta, termasuk BUMN, sebesar 173,1 miliar dolar AS atau naik 5,6 persen (YOY). "Dengan posisi utang Indonesia tersebut, rasio ULN terhadap PDB masih cenderung tetap di 34 persen," tulis BI dalam laporannya.

BI berdalih rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara lain.

Menilik statistik utang tersebut, utang pemerintah itu terbagi dalam surat berharga negara (SUN dan SBSN/sukuk negara) yang dimiliki oleh bukan penduduk hingga mencapai 125,1 miliar dolar AS. Kemudian, pemerintah juga menarik utang dari kreditur asing sebesar 55,4 miliar dolar AS.

"Pengelolaan ULN secara profesional dan bertanggung jawab dilakukan pemerintah secara konsisten untuk menjaga sustainabilitas fiskal," ujar BI.

Sementara itu, utang swasta, termasuk BUMN, pinjaman di sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA) meningkat dibandingkan Maret 2018. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,4 persen.

Secara tenor pengambilan utang, ULN keseluruhan didominasi pinjaman berjangka panjang, mendominasi keseluruhan utang hingga 86,7 persen. Bank sentral menilai utang Indonesia masih dalam keadaan sehat.

BI berjanji akan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah untuk mengawasi ULN dan mengoptimalkan peran ULN dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko gangguan stabilitas perekonomian.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement