REPUBLIKA.CO.ID, HODEIDAH -- Warga yang tidak dapat melarikan diri dari Kota Hodeidah di Yaman harus menghadapi pemboman terus-menerus dari pertempuran antara pasukan koalisi Arab Saudi dengan kelompok Houthi yang didukung Iran. Akibatnya mereka telah kekurangan pasokan air bersih dan mengalami pemadaman aliran listrik.
"Kami mendengar ledakan keras sepanjang waktu. Kami tidak mendapatkan air bersih selama tiga hari," ujar Assem Mohammed, seorang apoteker berusia 30 tahun.
Mohammed, bersama istri dan putrinya yang masih berusia enam bulan, termasuk di antara sedikit penduduk yang masih bertahan di Distrik Hawak. Distrik ini terjepit antara bandara Hodeidah yang berhasil diambil alih pasukan koalisi dari Houthi dan pelabuhan Hodeidah, yang menjadi target terakhir dari serangan militer koalisi.
Layanan angkutan yang bersedia membawa penduduk melarikan diri dari Hodeidah telah menerapkan tarif lebih dari dua kali lipat sejak pertempuran dimulai. Sementara rumah sakit tempat Mohammed bekerja juga telah mengancam akan memecat karyawannya jika mereka tidak masuk kerja dalam waktu yang lama.
"Aliran listrik juga telah diputus di sebagian besar wilayah kota sejak tiga hari lalu, dan di beberapa wilayah lainnya selama sepekan," kata Mohammed.
Dia menyalahkan kekurangan pasokan air bersih pada kerusakan pipa akibat penggalian parit yang dilakukan oleh Houthi. Pejabat Houthi tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Pasukan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) melancarkan serangannya ke Hodeidah pekan lalu. Tujuannya adalah untuk mengambil alih kekuasaan Houthi atas kota tersebut.
PBB khawatir operasi militer itu dapat menambah parah bencana kemanusiaan di Yaman, yang sudah mengalami krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Pelabuhan Hodeidah adalah jalur pasokan utama bagi 22 juta penduduk Yaman yang menggantungkan hidupnya pada bantuan, termasuk 8,4 juta orang yang berada di ambang kelaparan.
"Kami melihat kekurangan gizi tingkat tinggi. Dari masalah utama yang kami khawatirkan, tidak ada yang lebih penting saat ini selain kemungkinan wabah kolera. Kami bisa memperkirakan ratusan ribu orang akan terkena dampak," kata Lise Grande, koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman, pada Jumat (22/6).
Hodeidah adalah rumah bagi 600 ribu penduduk. Sejak 2015, penduduk Hodeidah telah menggunakan generator milik pribadi untuk menghasilkan listrik. Tetapi serangan ofensif bulan ini membuat mereka harus berjuang untuk mendapatkan bahan bakar minyak diesel yang diperlukan.
Mohammed Kassem, manajer sistem Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Hodeidah, mengatakan puluhan keluarga pengungsi telah dipindahkan ke gedung-gedung sekolah di pusat kota. "Kami melarikan diri hanya dengan pakaian yang kami kenakan," kata seorang perempuan pengungsi sambil menunggu bantuan makanan.
Koordinator kemanusiaan PBB di Yaman memperkirakan jumlah pengungsi dari Hodeidah sebanyak 50 ribu hingga 60 ribu orang. Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan, pertempuran dapat mengakibatkan hingga 1,1 juta orang terlantar atau terperangkap di dalam Kota Hodeidah dan membutuhkan bantuan pangan darurat.