Sabtu 23 Jun 2018 19:02 WIB

Dua Korea Adakan Reuni Keluarga Pascaperang

Rencananya, reuni keluarga itu akan dilakukan pada 15 Agustus nanti

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Budi Raharjo
Reuni dua anggota keluarga Korea Utara-Selatan yang terpisah beberapa tahun lalu.
Foto: AP
Reuni dua anggota keluarga Korea Utara-Selatan yang terpisah beberapa tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) kembali melakukan pertemuan guna memantapkan rencana reuni keluarga yang terpisah akibat perang Korea. Diskusi kedua pemerintahan itu dilakukan pada Jumat (22/6) waktu setempat.

Kementerian Persatuan Korsel mengatakan, pertemuan antara Pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in itu membahas tata cara mempertemukan keluarga yang telah terpisah pascaperang 1950-1953 silam. Rencananya, reuni keluarga itu akan dilakukan pada 15 Agustus nanti.

Waktu tersebut sengaja dipilih lantaran bertepatan dengan bebasnya Semenanjung Korea dari genggaman kolonial Jepang pada akhir perang dunia kedua pada 1945 silam. Pertemuan kedua kepala negara itu kali ini guna memberikan kepastian waktu dan tempat sekaligus menentukan jumlah keluarga yang dapat ikut serta dalam kegiatan tersebut.

"Jika kita dengan tegas memisahkan diri dari masa lalu yang kelam dan memperoleh pola pikir yang kuat untuk zaman baru, kerja sama kemanusiaan antara Utara dan Selatan sudah pasti akan berkembang," kata delegasi Korut Park Yong-il.

Pernyataan Park Yong-il dalam pertemuan yang dihelat di Diamond Mountain resort, Korut itu mendapatkan apresiasi dari delegasi Korsel. Kepala Palang Merah Korsel Park Kyung-seo berharap pembicaraan produktif ini akan memecahkan masalah kesedihan mendalam di kedua Korea.

Program reuni keluarga merupakan hal yang paling penuh emosi di Korea. Kebanyak peserta yang ikut serta adalah generasi tua yang ingin bertemu dengan keluarga mereka sebelum meninggal. Mereka terpisah akibat pecahnya konflik perang Korea.

Reuni-reuni keluarga yang telah dilakukan di masa lalu, yang beberapa di antaranya disiarkan di TV, selalu dibanjiri air mata. Pertemuan tatap muka mereka harus berakhir dengan perpisahan yang menyakitkan.

Meski demikian program reuni itu terancam batal jika permintaan Korut terkait pemulangan 12 warga negara mereka yang kini berada di Korsel tidak dipenuhi. Sejauh ini, pemerintah Korsel telah mempertahankan 12 wanita yang rela menetap di Seoul sejak 2016 lalu.

Kendati, Korsel tengah meninjau kembali keadaan setelah sebuah laporan media yang menunjukkan setidaknya ada beberapa yang bertentangan dengan keinginan mereka. Korut, sebelumnya sempat menolak proposal Korsel untuk reuni keluarga pada tahun lalu lantaran Seoul tak ingin mengembalikan pekerja asal Pyongyang tersebut.

Sementara, reuni keluarga terakhir yang dilakukan kedua pemerintah Korea terjadi pada 2015 lalu. Hal itu dilakukam sebelum hubungan kedua negara memburuk menyusul uji coba nuklir yang dilakukan Pyongyang.

Bersamaan dengan berakhirnya perang Korea, kedua perintah saling melarang warga negara mereka masing-masing untuk melintasi perbatasan atau menghubungi keluarga mereka tanpa izin dari perintah.

Selain menyiapkan putaran reuni baru, para pejabat Korea Selatan cenderung mengusulkan survei skala penuh untuk mengonfirmasi anggota keluarga yang terpisah perang yang masih hidup di Korea Utara dan juga memungkinkan kunjungan ke kota-kota perbatasan dan pertukaran surat-surat. Tidak jelas apakah Korea Utara akan menerima rencana tersebut.

Rangkaian reuni terbatas sangat tidak cukup untuk memenuhi tuntutan keluarga yang sudah tua, yang kebanyakan berusia 80-an dan 90-an, kata para pejabat Korea Selatan. Menurut Kementerian Unifikasi Seoul, lebih dari 75.000 dari 132.000 warga Korea Selatan yang telah mengajukan permohonan untuk menghadiri reuni telah meninggal. Tak satu pun dari peserta sebelumnya telah memiliki reuni kedua.

Korsel menggunakan lotere komputerisasi untuk memilih peserta untuk reuni. Sementara Korut diyakini memilih berdasarkan kesetiaan kepada kepemimpinan otoriternya.

Analis Seoul mengatakan Pyongyang hanya mengizinkan reuni yang jarang terjadi karena takut membuang-buang apa yang dilihatnya sebagai sebuah chip tawar-menawar diplomatik yang penting. Pyongyang mungkin juga khawatir bahwa warganya akan dipengaruhi oleh orang-orang Selatan yang jauh lebih makmur, yang dapat melonggarkan cengkeraman pemerintah pada kekuasaan.

Pejabat Korsel telah menyerukan agar keluarga yang terpisah dalam Perang Korea segera dipertemukan. Seruan ini mengacu pada sisi kemanusiaan dan hak asasi manusia, terutama karena banyak dari mereka yang sekarang sudah memasuki usia 80-an.

Lembaga think tank Hyundai Research Institute melaporkan, sejak 2000, sekitar 23.676 warga Korea yang terpisah dari Korut dan Korsel, telah bertemu dan berinteraksi melalui konferensi video. Namun pada Maret lalu, tercatat 56 persen dari 131.531 pemohon reuni di Korsel telah meninggal dunia.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement