REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Kementerian Perhubungan memastikan kereta ringan (light rail transit/LRT) di Provinsi Sumatra Selatan akan beroperasi pada Juli 2018. Pembangunan LRT tersebut dinilainya telah sesuai dengan harga pasar.
Operasional LRT untuk mendukung perhelatan olahraga akbar Asian Games 2018. Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan Kemenhub memastikan tingkat keamanan dan keselamatan dalam pengoperasiannya nanti. "Terkait hal tersebut, kami telah melakukan serangkaian pengujian sarana dan prasarana LRT pada bulan Mei 2018 dan uji coba dinamis telah dilakukan pada Kamis (21/6) kemarin dari stasiun Jakabaring menuju stasiun Palembang Icon," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (23/6).
Pekerjaan LRT Sumsel sepanjang kurang lebih 23 kilometer dilengkapi dengan 13 stasiun, satu depo, dan sembilan gardu listrik dengan menggunakan lebar jalur rel 1.067 mm dan "third rail electricity" 750 VDC. Pembangunan telah dimulai sejak Oktober 2015 dengan pembiayaan APBN. LRT Sumsel akan menghubungkan Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin menuju kawasan olah raga (sport city) Jakabaring.
Selain digunakan sebagai sarana transportasi yang dapat mengurangi beban jalan raya dan penggunaan kendaraan pribadi, juga untuk mendukung perhelatan Asian Games 2018. Berbeda dengan LRT Jabodebek yang menggunakan "U-shaped girder", LRT Jakarta menggunakan "box girder", sedangkan LRT Sumsel menggunakan I Girder.
Lebar "spoor" LRT Sumsel adalah 1.067 mm sedangkan LRT Jabodebek dan LRT Jakarta lebar "spoor"-nya adalah 1.435 mm. "Perbedaan karakteristik jenis konstruksi tersebut di atas mengakibatkan adanya variasi biaya konstruksi masing-masing LRT," kata Zulfikri.
Namun, menurut dia, biaya konstruksi diyakini telah sesuai dengan harga pasar. Sehingga, nilai investasi secara keseluruhan dalam pembangunan LRT Sumsel merupakan total biaya sarana dan prasarana LRT yang tidak dapat terpisahkan. "Sehingga, nilai investasi apabila dibagi panjang jalur kereta api tersebut dinilai masih cukup realistis dan telah dilakukan perbandingan dengan negara-negara di kawasan ASEAN," ujarnya.
Sebagai contoh, di Malaysia biaya untuk pembangunan LRT Kelana Jaya Line sebesar Rp 817 miliar per kilometer sedangkan untuk biaya pembangunan LRT di Manila Rp 907 miliar per kilometer. Sebelumnya, usulan pembiayaan untuk proyek LRT oleh kontraktor awalnya diajukan sebesar Rp 12 triliun, namun setelah melalui beberapa tahapan kajian, biaya tersebut dapat ditekan menjadi Rp 10,9 triliun.
Dalam pelaksanaan pembangunannya, Waskita Karya dibantu oleh konsultan pengawas (supervisi) yang berkualifikasi Internasional yakni SMEC Internasional asal Australia yang telah mempunyai pengalaman cukup luas di kawasan Asia, Australia, Afrika, Eropa, serta Amerika.