REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Sekitar 500 anak migran bersatu kembali dengan keluarga setelah sempat dipisahkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di bawah kebijakan imigrasi AS yang disebut dengan Zero Tolerance. Kebijakan imigrasi Zero Tolerance ini memicu kecaman internasional.
Namun jumlah anak yang dipertemukan dengan keluarganya itu jauh lebih sedikit dari jumlah anak-anak yang telah diambil dari orang tua mereka. Sejak April lalu, sebanyak 2.300 anak telah dipisahkan dari keluarga mereka di bawah kebijakan Zero Tolerance.
Anak-anak migran itu sempat berada dalam tahanan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP). Setelah beberapa hari di CBP, anak-anak itu pun kemudian ditempatkan dalam perawatan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS).
Dilansir The Independent, akhir pekan ini, HHS menyatakan pihaknya sedang menyusun rencana untuk menyatukan kembali anak-anak dengan keluarga mereka. Namun tidak semua anak dapat yang bisa dipulangkan ke keluarga karena beberapa alasan di antaranya hubungan keluarga yang tidak terkonfirmasi.
Selain itu, beberapa alasan lain yaitu pihak berwenang percaya orang dewasa menimbulkan ancaman bagi anak. Atau, pihak keluarga tengah menjalani hukuman karena terlibat kejahatan.