REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendorong pemerintah untuk memperluas jangkauan kategori UMKM yang dapat dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen. Peneliti CIPS Karina Saputri mengatakan, selain untuk UMKM konvensional, tarif tersebut harusnya juga dapat diberlakukan untuk pelaku UMKM online agar terjadi level persaingan usaha yang setara.
“Penting untuk menciptakan equal playing field antara UMKM konvensional dengan UMKM online,” ujarnya, lewat siaran pers tertulis, Selasa (26/6).
Namun begitu, Karina melanjutkan, pemerintah harus berhati-hati agar jangan sampai pengenaan pajak penghasilan pada UMKM memberatkan pelaku industri.
CIPS meyakini potensi pajak penghasilan dari perdagangan online di Tanah Air sangat besar. Tak hanya dari perdagangan ritel online, pendapatan pajak bisa berasal dari online platform dan classified ads yang juga melakukan transaksi melalui mekanisme elektronik.
Belum lagi e-commerce lintas negara dan penjualan yang tidak berupa barang seperti penjualan karakter di game online. “Keragaman jenis ini adalah tantangan dalam penetapan pajak penghasilan untuk UMKM online,” kata Karina.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018. Aturan yang berlaku efektif mulai 1 Juli mendatang tersebut berisi tentang tarif baru pajak penghasilan untuk UMKM konvensional sebesar 0,5 persen atas omzet maksimal Rp 4,8 miliar per tahun.