REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua DPR Marzuki Alie mengaku tidak mengenal dua tersangka kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) masing-masing Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung. Marzuki diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai saksi untuk dua tersangka tersebut.
"Ya semuanya tidak kenal. Ada dua berita acara Irvanto sama Made Oka, Irvanto itu keponakannya pak Novanto. Made Oka itu anaknya Masagung, saya tidak tahu," kata Marzuki usai diperiksa di gedung KPK, Selasa (26/6).
Marzuki mengaku hanya mengenal tersangka korupsi KTP-el, yakni mantan Ketua DPR RI Setya Novanto. "Tidak mengenal sama sekali. Semua yang disebut tersangka koruptor itu tidak ada yang saya kenal kecuali Novanto saja," kata Marzuki.
Lebih lanjut Marzuki menyatakan bahwa pertanyaan yang diberikan penyidik sama seperti saat dirinya diperiksa untuk tersangka kasus KTP-el lainnya, seperti Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Anang Sugiana Sudihardjo.
"Ditanya dengan pertanyaan yang sama untuk tersangka yang berbeda," ucapnya.
Ia pun kembali menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat atau pun menerima aliran dana dalam kasus korupsi KTP-el. Menurutnya, jika terlibat maka dirinya sudah diproses oleh KPK. "Saya tidak ada, kalau ada sudah dikerjain," ujar Marzuki.
Sebelumnya, nama Marzuki sempat disebit dalam dakwaan dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman, dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto.
Dalam dakwaan, disebut Marzuki Alie menerima Rp20 miliar terkait proyek KTP-el sebesar Rp5,95 triliun itu.
Irvanto yang merupakan keponakan Setya Novanto dan Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto, telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi KTP-el pada 28 Februari 2018 lalu.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara. Sedangkan Made Oka adalah pemilik PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-el. Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.