REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pemimpin oposisi Pemerintah India, Rahul Gandhi, menghujat Perdana Menteri Narendra Modi setelah jajak pendapat Thomson Reuters Foundation menobatkan India sebagai negara paling berbahaya bagi perempuan di dunia. Gandhi menyebut hasil jajak pendapat itu sangat memalukan.
India menduduki puncak jajak pendapat dalam isu-isu perempuan karena tingginya angka kekerasan seksual dan kerja paksa. Sementara Afghanistan dan Suriah yang sedang dilanda perang menduduki peringkat kedua dan ketiga, diikuti oleh Somalia dan Arab Saudi.
"Saat PM kami berjinjit-jinjit mengelilingi kebunnya untuk membuat video yoga, India memimpin Afghanistan, Suriah, dan Arab Saudi dalam hal pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan!" tulis Gandhi di akun Twitter pribadinya, Selasa (26/6), mengacu pada video yoga yang diposting Modi pada Mei lalu.
Jajak pendapat ini memicu badai kritik di India, dengan banyaknya pengguna media sosial, selebriti, dan aktivis yang mendukung Gandhi dan mengecam pemerintahan sayap kanan India. Dalam jajak pendapat serupa pada 2011, India masih menduduki peringkat keempat.
Sutradara Bollywood Alankrita Shrivastava, yang film terakhirnya "Lipstick Under my Burkha" dipuji karena menjunjung perempuan dan seksualitas, mengunggah temuan jajak pendapat Thompson Reuters Foundation di Twitter. “Sejarah masyarakat kita tertanam dalam sistem patriarki dan kebencian terhadap perempuan,” ungkap Shrivastava.
"Kita mendiskriminasi perempuan, ada aborsi untuk perempuan, ada hukum yang tidak setara terkait warisan properti, tidak adanya kesetaraan pembayaran. Ini adalah masalah yang berakar," papar dia.
Aktor India Jaaved Jaaferi turut mengungkapkan kegundahannya di Twitter, terkait jajak pendapat terbaru ini. "Dan pemenangnya adalah ... India. Sebagai negara paling berbahaya bagi seorang wanita, survei menunjukkan seperti itu," tulisnya.
Para ahli mengatakan, bergeraknya India ke puncak jajak pendapat menunjukkan negara tersebut tidak banyak melakukan perubahan untuk mengatasi bahaya yang dihadapi oleh perempuan. Namun faktanya, lebih dari lima tahun setelah pemerkosaan dan pembunuhan sadis seorang mahasiswi di sebuah bus di Delhi, kekerasan terhadap perempuan telah dijadikan sebagai prioritas nasional.
“Kehidupan manusia tidak bisa menjadi perdebatan politik. Pemerintah perlu lebih terlibat dalam mendidik masyarakat," kata Wesley Menezes, pengacara independen yang memerangi perdagangan manusia dan kasus kekerasan rumah tangga, dikutip Arab News.
"Saya berurusan dengan begitu banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga, karena seorang pria merasa berhak untuk mengendalikan perempuan. Ini yang perlu diubah," ungkapnya.
Data Pemerintah India menunjukkan, kasus kejahatan yang dilaporkan terhadap perempuan naik 83 persen antara 2007 dan 2016. Sedikitnya ada empat kasus perkosaan yang dilaporkan setiap jam.
Jajak pendapat yang dilakukan Thompson Reuters Foundation menanyakan kepada responden di lima dari 193 negara anggota PBB yang mereka anggap paling berbahaya bagi perempuan. Negara-negara ini juga dianggap paling buruk dalam hal perawatan kesehatan, sumber daya ekonomi, praktik budaya atau tradisional, kekerasan seksual dan pelecehan, kekerasan non-seksual dan perdagangan manusia.
Responden juga menempatkan India sebagai negara paling berbahaya bagi perempuan dalam hal perdagangan manusia, termasuk perbudakan seks dan perbudakan domestik, serta untuk praktik adat seperti kawin paksa, rajam, dan pembunuhan bayi perempuan. Kementerian Wanita dan Perkembangan Anak di India menolak mengomentari hasil jajak pendapat tersebut.