REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Otoritas di Tel Aviv mencabut larangan pemegang paspor Indonesia untuk berkunjung ke Israel. Seperti dilansir Anadolu, Rabu (27/6), Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan, langkah itu mengikuti kontak antara otoritas Israel dan saluran internasional. Namun, Kemenlu tidak memerinci keterangan ini.
Menurut pernyataan itu, pembatasan kunjungan warga Israel ke Indonesia juga telah dicabut. Kendati Kemenlu berulang kali membantah memberikan visa ke warga Israel.
Israel melarang pemegang paspor Indonesia memasuki negara itu. Ini sebagai tanggapan atas keputusan Indonesia yang menolak visa warga negara Israel. Keputusan Indonesia didasari oleh tindakan yang dilakukan militer Israel terhadap para pengunjuk rasa di Jalur Gaza. Dalam aksi itu, setidaknya 132 demonstran tewas dan ribuan orang terluka sejak demonstrasi yang dimulai pada Maret.
Baca juga: Kemenlu: Indonesia tak Beri Visa ke Warga Israel.
Aksi militer Israel ini mendapat kecaman dari dunia internasional. Namun, Israel membela keputusannya. Mereka menyebut penggunaan kekuatan militer diperlukan untuk melindungi perbatasan.
Baca juga: Dianggap Merugikan, Israel Cabut Larangan Visa Turis Indonesia.
Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik formal. Warga negara dari kedua negara dapat mengunjungi masing-masing negara melalui berbagai visa.
Sebelumnya, otoritas Israel sempat menunda larangan masuk bagi wisatawan Indonesia. Jika sebelumnya larangan itu berlaku pada 9 Juni, pelaksanaannya ditunda hingga 26 Juni.
Kepala asosiasi pariwisata, Israel Incoming Tour Operator Association, Yossi Fatal, menyambut baik keputusan tersebut. Dia sebelumnya telah mengirim surat kepada Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Yuval Rotem dan Menteri Pariwisata Yariv Levin untuk mengadakan pertemuan penting untuk mempertimbangkan kembali larangan tersebut.
Dalam suratnya, Fatal memperingatkan keputusan untuk menolak warga negara Indonesia ke Israel akan menyebabkan kerusakan parah bagi industri pariwisata Israel. Ini karena pembatalan penerbangan, hotel, tur, dan layanan lain yang telah dipesan dan dibayar.
"Kami menyerukan kepada Kementerian Luar Negeri untuk mempertimbangkan kembali pendiriannya, yang dianggap oleh rekan-rekan kami di seluruh dunia sebagai tidak proporsional, berlebihan, dan berbahaya bagi institusi Kristen secara keseluruhan--dan bukan hanya turis dari Indonesia," tulis Fatal dalam suratnya.