REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuannya BI 7 Days Reverser Repo Rate sebesar 50 basis poin. Dengan kenaikan itu, kini suku bunga ditetapkan sebesar 5,25 persen dari sebelumnya 4,75 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, langkah ini diambil demi menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah berbagai tekanan global, terutama dari Amerika Serikat (AS).
"Keputusan ini berlaku efektif mulai Jumat 29 Juni 2018," ujar Perry di gedung BI, Jakarta, Jumat, (29/6).
Tidak hanya suku bunga acuan, bank sentral juga menaikkan suku bunga deposit facility dan lending facility sebesar 50 basis poin, masing-masing menjadi 4,5 persen serta 6 persen.
Perry pun menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive, front-loading, dan a head of the curve menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara. Ditambah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Kebijakan tersebut tetap ditopang dengan kebijakan intervensi ganda di pasar valas dan di pasar surat berharga negara serta strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, khususnya di pasar uang rupiah dan pasar swap antarbank," kata Perry.
Baca juga, Rupiah Kembali Melemah, Ini Penjelasan Sri Mulyani.
BI meyakini sejumlah kebijakan yang ditempuh tersebut dapat memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian baik domestik maupun global untuk memperkuat respons bauran kebijakan yang perlu ditempuh.
Keputusan kenaikan suku bunga diambil setelah rapat dewan gubernur (RDG) yang dilangsungkan pada 28 sampai 29 Juni 2019. Dengan kenaikan itu, hingga kuartal II ini, BI telah tiga kali menaikkan suku bunga acuan, sebelumnya pada 17 Mei dan 30 Mei.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak melemah sebesar delapan poin menjadi Rp 14.402 dibanding posisi sebelumnya Rp 14.394 per dolar AS. Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya yang masih berada di teritori merah.
"Penantian akan RDG Bank Indonesia dan masih adanya kekhawatiran ekonomi Indonesia akan terganggu dengan adanya perang dagang antara AS dan Cina membuat serta kembali meningkatnya credit default swap Indonesia di pasar global membuat laju rupiah kian mengalami pelemahan, bahkan melemah lebih dalam," kata analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Jumat (29/6).
Tidak hanya itu, lanjut Reza, adanya penilaian rupiah dihadapkan pada sentimen ekspektasi kenaikan suku bunga acuan the Fed menjadi empat kali pada tahun ini. Selain itu, tekanan dari defisit neraca perdagangan turut melemahkan rupiah.
Pergerakan rupiah diperkirakan masih dapat kembali melemah seiring belum beranjaknya sentimen negatif dan secara psikologis pelaku pasar juga belum berpihak pada rupiah.
"Meski laju USD masih melemah terhadap mata uang utama lainnya, namun masih adanya minat pelaku pasar terhadap mata uang safe haven selain USD untuk mengantisipasi masih adanya sentimen perang dagang AS-Tiongkok dikhawatirkan dapat membuat rupiah kembali melemah," kata Reza.