Sabtu 30 Jun 2018 06:47 WIB

Dukungan Golkar ke Jokowi, Solidkah?

Peta koalisi Pilpres 2019 masih harus menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Rep: Gumanti Awaliyah, Mabruroh/ Red: Elba Damhuri
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Lodewijk F Paulus ketika menggelar konferensi pers terkait hasil Pilkada serentak 2018 di kantor DPP Partai Golkar, Kemanggisan Jakarta, Jumat (29/6).
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Lodewijk F Paulus ketika menggelar konferensi pers terkait hasil Pilkada serentak 2018 di kantor DPP Partai Golkar, Kemanggisan Jakarta, Jumat (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID  JAKARTA -- Partai Golkar menyatakan tetap solid mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden dalam Pilpres 2019. Karena itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Lodewijk F Paulus menegaskan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto tidak mungkin diusung menjadi calon presiden untuk pilpres mendatang.

"Yang jelas Partai Golkar untuk capres sudah usung Jokowi. Artinya, itu tidak mungkin Airlangga diusung jadi capres nanti," kata Lodewijk di kantor DPP Golkar, Kemanggisan, Jakarta, Jumat (29/6).

Menurut dia, hingga kini koalisi partai pendukung Jokowi pun masih merundingkan siapa cawapres yang pantas disandingkan dengan Jokowi pada ajang Pilpres 2019 nanti. Terlebih, sosok cawapres tersebut itu mesti mendapat persetujuan dari Jokowi.

"Keputusannya tidak akan lebih dari 10 Agustus, itu sudah A-1, tunggu saja," kata dia.

Di sisi lain, dia enggan menanggapi perihal kemungkinan bagi partai Golkar untuk merebut tongkat komando partai koalisi pendukung. Meski saat izin Partai Golkar meraih kemenangan terbanyak pada pilkada serentak kemarin, tetapi, menurut dia, masalah tersebut mesti dibicarakan dan disepakati bersama partai pendukung lain.

"Tentu, akan dibicarakan nanti. Karena, berbicara konteks koalisi itu kami berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Nanti akan ditunjuk siapa panglimanya untuk memenangkan Jokowi jadi presiden," ujarnya menegaskan.

Peneliti Lembaga Survei Indikator, Mochamad Adam Kamil, menilai, peta koalisi Pilpres 2019 masih harus menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Jika putusan MK membatalkan presidential threshold (PT), akan banyak poros muncul.

"Jika dikabulkan, artinya tidak ada threshold, dan jika PT dihilangkan, maka akan banyak poros (muncul)," kata Adam, Jumat (30/6).

Karena, jelas Adam, setiap partai akan leluasa mengusung jagoannya sekaligus berharap jagoannya akan menang dalam Pilpres 2019. Oleh karena itu, dia berpandangan bahwa peta koalisi kemungkinan besar masih menunggu putusan MK tentang PT.

Dengan kondisi saat ini, Adam menilai, putusan MK memang menentukan segala kemungkinan, apakah akan bertambah atau justru berkurang. "Jika PT dihilangkan, akan banyak poros, tapi jika poros yang saat ini stabil, kemungkinan poros ketiga akan dipimpin Demokrat dan atau PKB," ucapnya.

Isu SARA

Pengamat politik dari Tepi Indonesia, Jeirry Sumampouw, memprediksi masih adanya penggunaan isu SARA dalam Pemilu 2019. Dia menilai, masalah baru muncul di dalam dunia politik serta dilakukan elite-elite partai. Masalah tersebut adalah maraknya praktik politisasi SARA.

Dia menyebut, pada Pilkada 2018 kali ini, politisiasi SARA tidak terlalu terlihat di awal, tetapi cukup banyak terjadi sekitar satu pekan sebelum waktu pemilihan. "Kalau kita biarkan hal ini terus terjadi, memang di 2019 akan semakin masif,” kata dia.

Hal ini, menurut dia, bisa dilihat dari makin banyak daerah yang secara terang-terangan menggunakan sentimen SARA untuk menggalang hubungan elektoral terhadap pemilih.

Kendati demikian, dia beranggapan, saat ini masyarakat semakin cerdas dalam memilih pemimpin. Dilihat dari hasil Pilkada 2018 lalu, dia menilai masyarakat lebih memilih memberikan suaranya berdasarkan pemimpin yang memiliki rekam jejak yang baik.

"Kalau lihat secara umum, pemilih kita juga mulai bergerak kepada isu-isu yang kualitatif. Pemilih semakin cerdas, mereka tidak mau menghambakan diri dengan uang-uang recehan, begitu juga politisasi dinasti," kata Jeirry dalam diskusi "Membaca Hasil Pilkada 2018, Meneropong Peta Pilpres 2019", di kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat.

Hal ini memang tidak terjadi di seluruh daerah. Namun, menurut dia, sebagian besar masyarakat lebih mengandalkan hati nurani mereka untuk memilih pemimpin daripada dipengaruhi oleh isu-isu yang bersifat kuantitatif, seperti politik uang.

(Inas Widyanuratikah, Pengolah: Nashih Nashrullah).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement