REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebut dari evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak di 171 wilayah pada Rabu (27/6) lalu, terdapat 110 TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang akan dilakukan pemungutan suara ulang. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) Fritz Edward Siregar mengatakan, pemungutan suara ulang di 110 TPS tersebut bukan hanya dikarenakan masalah keamanan dan bencana alam, namun juga terdapat beberapa pelanggaran.
Di antaranya pelanggaran yang ditemukan yakni pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana. "Jadi (pemungutan suara ulang, Red) yang paling banyak terjadi karena masalah DPT," kata Fritz dalam salah satu diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (30/6).
Pelanggaran terkait DPT berarti masuk kategri pelanggaran administrasi. Ia menyontohkan seperti yang terjadi di Sulawesi Tenggara, ada 35 TPS yang akan dilakukan pemungutan suara ulang. Di NTT hampir ada 22 TPS. Sedangkan di Jawa Barat, ia menyebut ada 8 TPS yang akan dilakukan pemungutan suara ulang.
Alasan dilakukannya pemungutan suara ulang, karena ada pembukaan kotak suara sebelum dijadwalkan, atau ada yang memilih padahal yang bersangkutan tidak memiliki hak pilih. Atau ada orang-orang yang terbukti mencoblos surat suara lebih dari satu kali.
Petugas memperlihatkan surat suara yang telah dicoblos saat penghitungan suara Pilkada serentak 2018 di TPS 19, Sempur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/6).
"Dari sekian banyak alasan dilakukan pemungutan suara ulang, yang paling banyak karena ada pembukaan kotak suara. Jadi ada pembukaan kotak suara yang tidak sesuai dengan prosedur," ungkapnya.
Di antaranya ada yang dibuka semalam sebelum (pemilihan). Atau dibuka saat kotak suara dalam proses perjalanan dari TPS ke PPK Kecamatan, dimana di tengah-tengah perjalanan kotak suara dibuka.
Fritz menjelaskan dengan ditemukannya pembukaan kotak suara tidak sesuai prosedur yang ada ini, ada dua rekomendasi Panwascam di Kecamatan untuk melakukan pemungutan suara ulang. Pertama, karena kejadian di TPS, atau karena saat rekapitulasi di Kecamatan.
Soal pelanggaran politik uang, dia mengungkapkan, Bawaslu telah menerima 40 laporan dari seluruh Indonesia. Yang akan dilanjutkan ke proses hukum ada 37 laporan. "Yang terbanyak ditemukan di Sulawesi Selatan ada delapan kasus, Sumatra Utara tujuh kasus, Lampung tujuh kasus, Jawa Tengah ada lima kasus dan selain itu tersebar di bebrapa daerah," paparnya.
Petugas PPK merekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
Dari laporan di daerah, ia mengungkapkan dengan demikian pelanggaran administrasi menjadi paling dominan pada penyelenggaran Pilkada serentak di 171 wilayah Indonesia 27 Juni lalu. Seperti pelaksanaan pencoblosan tidak sesuai prosedur, ada arahan memilih calon tertentu dari KPPS, termasuk tidak adanya informasi DPT dan abainya TPS terhadap pemilih disabilitas.
"Jadi sampai pada kamis (28/6) sore, kami sudah mengumpulkan 1.700-an laporan pelanggaran, tapi data itu masih berlanjut sampai sekarang. Tapi dari pelanggaran tersebut, pelanggaran administrasi masih mendominasi," ujar Fritz.
Berbeda dengan Bawaslu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan ada 69 TPS yang harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pilkada Serentak 2018. "TPS itu tersebar di 26 kabupaten/kota dan 10 provinsi," kata Wahyu.
Sebanyak 69 TPS yang harus melakukan pemungutan suara ulang tersebut ada di Provinsi Sulawesi Tenggara (43 TPS) dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (11 TPS), Provinsi Sulawesi Tengah (1 TPS), Riau (2 TPS), Jawa Timur (5 TPS), Banten (2 TPS), Jawa Barat (2 TPS), Papua (1 TPS), Sulawesi Barat (1 TPS), Kalimantan Selatan (1 TPS).
Selain itu, KPU juga mencatat ada 14 daerah yang mengalami penundaan pemungutan suara. Penyebab penundaan itu pun beragam. Di Kabupaten Painai, penundaan disebabkan masih adanya masalah dalam penetapan pasangan calon bupati dan wakil bupati setempat.
Sementara itu di 13 daerah lain juga terjadi penundaan karena faktor keamanan terdampak bencana banjir, kebakaran, hingga terjadi keterlambatan distribusi logistik. Sebanyak 13 daerah tersebut, yakni Kabupaten Nduga, Kabupaten Bone, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Morowali, Kabupaten Keerom, Kota Jayapura dan Kota Tangerang. Meski demikian, penundaan itu tidak dilakukan secara keseluruhan di kabupaten/kota tersebut.