Sabtu 30 Jun 2018 19:47 WIB

PBB Minta Operasi Militer di Suriah Dihentikan

Konflik di Suriah telah merusak stabilitas regional.

Rep: Inas Widyanuratikah/Kamran/ Red: Teguh Firmansyah
Dalam foto pada Kamis (28/6) yang dipasok oleh Nabaa Media, media oposisi Suriah, tampak warga eksodus meninggalkan Daraa, selatan Suriah.
Foto: Nabaa Media, via AP
Dalam foto pada Kamis (28/6) yang dipasok oleh Nabaa Media, media oposisi Suriah, tampak warga eksodus meninggalkan Daraa, selatan Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID,  NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Antonio Guterres  sangat khawatir dengan serangan militer yang terjadi di kawasan barat daya Suriah. Ia pun menyerukan agar seluruh pihak menghentikan operasi militer di Suriah.

"PBB meminta semua pihak untuk menjaga komitmen dan menghormati hukum kemanusiaan internasional dan hukum hak asasi, melindungi penduduk sipil, menyediakan keamanan serta akses kemanusiaan tanpa hambatan," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric dikutip Middle East Monitor, Sabtu (30/6).

Seperti diketahui, kawasan barat daya Suriah merupakan bagian dari kesepakatan bebas dari segala aktivitas militer yang telah disetujui antara Yordania, Rusia, dan Amerika Serikat.

Ia menambahkan, permintaan untuk semua pihak agar menghentikan serangan yang ditujukan ke fasilitas pendidikan dan kesehatan. Bahkan, seluruh pihak seharusnya melindungi fasilitas-fasilitas tersebut.

Baca juga,  Rusia Tarik 1.140 Personel Militer dari Suriah.

PBB juga mendesak komunitas internasional untuk bersatu dan mengakhiri konflik yang terus meluas tersebut. Pasalnya, konflik yang terjadi akan merusak kestabilan regional serta memperburuk krisis kemanusiaan di Suriah dan negara tetangganya.

photo
Pengungsi Suriah bersiap meninggalkan negaranya untuk mencapai Arsal, kota perbatasan Lebanon Kamis (28/6).

Sebelumnya, Turki juga mengutuk rezim Presiden Bashar Alassad yang dituding menyerang penduduk sipil di kawasan barat daya Suriah.

"Di provinsi Daraa dan Quneitra kawasan barat daya Suriah, yang telah dideklarasikan sebagai zona bebas dari segala aktivitas militer, ratusan orang tidak bersalah  dibunuh," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Hami Aksoy, pada Jumat (29/6).

Kutuk teroris

Secara terpisah, Sekjen PBB Guterres mengatakan dunia harus menghadapi terorisme bersama-sama. Hal tersebut ia sampaikan ketika berpidato dalam acara High-Level Conference on Counter-Terorism yang digelar di Markas PBB di New York, Amerika Serikat (AS).

"Kita harus memerangi terorisme bersama, dengan metode yang tidak membahayakan aturan hukum dan hak asasi manusia (HAM)," kata Guterres, dikutip laman UN News pada Jumat (29/6).

Menurutnya, negara-negara harus terlibat dengan semua upaya yang dapat mencegah lahir dan berkembangnya terorisme. Antara lain memberdayakan kaum muda melalui pendidikan, pekerjaan, dan pelatihan, serta melibatkan perempuan dan semua masyarakat sipil dalam perang melawan terorisme.

Ia menilai pencegahan memang merupakan kunci dalam hal ini. "Teroris tetap bertekad untuk menemukan kelemahan dalam pertahanan kita. Untuk tetap berada (selangkah) di depan teroris, saya menyerukan kepada masyarakat internasional, sektor swasta, dan akademisi, untuk berbagi pengetahuan, keahilan, dan sumber daya guna mencegah teknologi baru menjadi senjata teroris yang mematikan," kata Guterres.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement