REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Proses penghitungan surat suara Pilkada Makassar yang kini memasuki tahapan di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPK) Kecamatan atau pleno terbuka mendapat sorotan publik. Penghitungan suara dinilai tidak transparan dan terkesan tertutup.
"Penghitungan tingkat PPK kecamatan Tamalate tertutup, padahal seharusnya terbuka, apakah yang sebenarnya terjadi sampai harus tertutup, itu kan rapat pleno terbuka, kenapa harus tertutup. Ini tentu menjadi sorotan publik," kata Khaeruddin salah seorang warga di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu.
Tidak hanya di PPK Kecamatan Tamalate, beberapa kecamatan lain seperti Panakukang, Rappocini juga melaksanakan hal yang sama tertutup dan dijaga ketat polisi. Sehingga ini patut menjadi pertanyaan ada apa? mengingat kolom kosong versi penghitungan cepat unggul melawan calon tunggal.
Secara terpisah, sejumlah Ketua KPPS yang bertugas di TPS se-Kecamatan Tamalate, angkat bicara karena tidak ingin dituding sebagai pelaksana curang. Sebab dari data salinan C1 yang ada berbeda hasil saat diinput tim KPU di portal infopemilu.kpu.go.id.
"Sangat jauh perbedaan input yang masuk ke website KPU RI dari data kami yang asli. Suara pasang tunggal Munafri Arifuddin-A Rachmatika Dewi atau Appi-Cicu bertambah dan kolom kosong malah sangat berkurang bahkan tidak ada, padahal ada," beber Ketua KPPS TPS 06 Bottoduri, Irham kepada wartawan.
Baca juga, Pilkada Kota Makassar Jadi Pelajaran untuk Parpol.
Tidak hanya itu, ketua KPPS TPS 18, Sukiani mengatakan hal yang sama. Ada pengurangan suara secara signifikan yang ditemukan dan berbeda dengan hasil penghitungan asli dari TPS pada salinan formulir C1.
"Ada banyak perubahan setelah di-kroscek pada website KPU RI pada laman infopemilu. Sangat jauh input yang dimasukkan dengan fakta penghitungan di TPS, dicurigai dimasukkan data palsu. Kami takut ketika itu berubah akan mendapat kecaman publik padahal bukan kami merubahnya," ujar dia.
Di tempat yang sama pemerhati demokrasi Makassar, Asrul menyampaikan, kejadian seperti ini bukan hanya terjadi di Kecamatan Tamalate, tapi beberapa lokasi lain. Hal itu menunjukkan bahwa kualitas demokrasi di Makassar telah ditunggangi dan jauh dari harapan.
"Tentu ini menjadi presenden buruk bila hal ini terus dilanjutkan. Mosi tidak percaya kepada penyelenggara Pilkada tentu akan timbul di tengah masyarakat, apalagi sejumlah Ketua KPPS ini telah membeberkan adanya dugaan kecurangan yang massif dilakukan," beber dia.
Tidak sampai di situ, sejumlah organisasi pers di Makassar yakni Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Makassar dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulsel sama-sama mengecam pelarangan jurnalis yang dilarang meliput di area penghitungan suara tingkat PPK Kecamatan.
Berdasarkan beberapa kejadian aksi pelarangan wartawan meliput seperti di PPK Kecamatan Tamalate, Panakukang, Rappocini, dan Manggala. Bahkan di Kecamatan Panakukang sempat terjadi ketengangan yang berujung bentrokan antara pendukung Appi-Cicu dengan Kolom Kosong.
Beberapa petugas PPK ngotot melarang jurnalis mengambil gambar atau keterangan saat berlangsungnya penghitungan tingkat kecamatan. Para jurnalis mempertanyakan pelarangan itu atas dasar apa, padahal dalam aturan Peraturan KPU dan Undang- serta Inpres tidak membatasi itu.
Secara terpisah, Komisioner KPU Makassar, Rahma Saiyed saat dikonfirmasi berdalih tidak ada pelarangan peliputan terhadap wartawan saat penghitungan suara di tingkat PPK kecamatan. "Siapa yang larang, tidak ada pelarangan wartawan meliput. Polisi hanya menjalankan tugasnya menjaga keamanan," kata mantan komisioner KPID Sulsel itu.
Mengenai tujuan KPU mempublikasikan hasil penghitungan suara atau scan form C1 versi hitung cepat di portalinfopemilu.kpu.go.id, kata dia, merupakan wujud transparansi dan upaya mereka untuk menjaga akuntabilitas proses dan hasil pilkada. Tugas pemilih dan para pihak berpartisipasi mencermati dan mengawasinya agar tidak terjadi kesalahan.
Kalau ada kesalahan entri data atau hasil, saksi maupun tim pasangan calon bisa mengkoreksinya pada saat rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Pasangan calon ataupun publik bisa menyampaikan koreksi atas kekeliruan tersebut melalui media sosial, call center, pusat pengaduan KPU atau melapor ke pengawas Pilkada jajaran Bawaslu RI terdekat.
Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Irwan Anwar saat dikonfirmasi membantah ada pelarangan wartawan mengambil gambar maupun keterangan. "Tidak ada pelarangan wartawan meliput. Kalau petugas kepolisian menghalangi, hubungi saya," katanya.