REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) resmi mengakuisisi anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertagas, pada pekan lalu. Proses akuisisi tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian jual beli saham bersyarat kedua perusahaan.
Sayangnya, meski sudah menandatangani perjanjian jual beli saham tersebut, namun pihak PGN belum terbuka terkait berapa nilai saham yang diakuisisi dari Pertagas. Sekertaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama menjelaskan pihaknya belum bisa menjelaskan berapa total nilai saham tersebut.
"Tunggu penjelasan resmi sesuai aturan OJK," ujar Rachmat saat dihubungi Republika, Ahad (1/7).
Rachmat menjelaskan transaksi akuisisi saham tersebut akan dilakukan dalam 90 hari kedepan pasca penandatanganan perjanjian jual beli saham bersyarat.
Sebelumnya, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menjelaskan aset Pertagas tidak akan mencapai 2,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 34,7 triliun. Adapun pada tahun 2017, total aset PGN mencapai 6,3 miliar dolar AS. Sementara liabilitas perusahaan sebesar 3,1 miliar dolar AS.
"Integrasi Pertagas dan PGN merupakan wujud dari upaya BUMN dalam mengimplementasikan tugas sebagai agen pembangunan tanpa mengabaikan upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan serta mendorong perekonomian dan ketahanan energi nasional, melalui pengelolaan infrastruktur gas yang terhubung dari Barat hingga Timur Indonesia," ujar Fajar kemarin.
Direktur Utama PGN Jobi Triananda mengatakan integrasi perusahaannya dan Pertagas akan menciptakan beberapa keuntungan. Keuntungan ini bisa dinikmati pada 2024.
Salah satu keuntungan itu adalah peningkatan pendapatan PGN sekitar 0,5 dolar hingga 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14 triliun per tahun. Keuntungan ini diraih karena sudah tak ada lagi tumpang tindih infrastruktur. Nantinya aset-aset seperti FSRU Lampung akan digabung dengan Nusantara Regas.