Ahad 01 Jul 2018 16:43 WIB

Indonesia Darurat Manuskrip Keagamaan

Ada empat tipe orang yang memiliki atau menyimpan manuskrip kuno.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Didi Purwadi
Manuskrip keagamaan yang akan digitalisasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan LKKMO Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dari Kemenag RI
Foto: Dok Kemenag RI
Manuskrip keagamaan yang akan digitalisasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan LKKMO Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dari Kemenag RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama menilai Indonesia mengalami darurat manuskrip keagamaan. Karena, manuskrip keagamaan peninggalan para ulama terdahulu yang jumlahnya sangat banyak tersebut masih berserakan di belahan Nusantara.

"Indonesia mengalami darurat manuskrip, naskah atau manuskrip keagamaan yang telah diselamatkan baru sedikit," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dari Kemenag RI, Dr Muhammad Zain kepada Republika.co.id, kemarin.

Bahkan, menurut Zain, ada manuskrip atau naskah kuno peninggalan leluhur masyarakat Nusantara yang tersebar di berbagai negara. Hilangnya manuskrip karena diambil bangsa lain pada masa penjajahan. Ada juga yang hilang karena dijual oleh kolektor-kolektor.

Zain menilai Kemenag perlu mengupayakan secara serius untuk mendapatkan salinan digital semua manuskrip Indonesia, terutama yang terkait keagamaan (manuskrip keagamaan). Kemudian ditelaah kearifan lokal dan substansi di dalamnya serta dikontekstualisasikan pada masa saat ini.

Khusus menyelamatkan manuskrip keagamaan yang tersebar di bumi Nusantara, Zain mengatakan peneliti dari Kemenag menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Setidaknya ada empat tipe orang yang memiliki atau menyimpan manuskrip kuno.

Tipe pertama, pemilik manuskrip yang menganggap manuskrip yang dimilikinya itu sangat sakral atau keramat. Karena dianggap sakral, manuskrip menjadi tidak sembarangan dibuka.

Ada pula pemilik manuskrip yang menganggap manuskrip miliknya adalah warisan. Karena dianggap warisan, manuskrip hanya disimpan untuk pribadi. "Ini tipe yang kedua," ungkapnya.

Tipe ketiga adalah pemilik manuskrip yang komersial. Dan, tipe keempat adalah pemilik manuskrip yang memahami manuskrip sebagai khazanah intelektual mengandung ilmu pengetahuan.

''Saat peneliti datang menemui tipe yang keempat ini, si pemilik manuskrip tersebut sangat terbuka dan tidak mengkomersialkannya,'' katanya. ''Jadi, kita menghadapi tipe-tipe orang tersebut dengan cara yang berbeda-beda.''

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement