REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Wali Kota Filipina yang mengarak tersangka pengedar narkotika di jalanan ibu kota, ditembak mati pada Senin (7/2). Ia ditembak ketika menghadiri upacara mingguan pengibaran bendera untuk pejabat pemerintah.
Menurut keterangan polisi, wali kota Antonio Cando Halili dinyatakan meninggal saat tiba di rumah sakit akibat satu luka peluru ke dada ketika ia dan pegawai negeri menyanyikan lagu kebangsaan di Tanauan, Provinsi Batangas arah barat daya ibu kota Manila.
"Kami terkejut, kami sedih," kata Wakil Wali Kota Jhoanna Villamor, yang berdiri di samping Halili, kepada stasiun radio DZBB setelah penembakan itu.
Gambar dari video telepon saku pintar tentang penembakan itu menjadi viral di media gaul. Dari cuplikan itu terlihat satu tembakan terdengar saat lagu kebangsaan dimainkan. Lalu muncul teriakan dan terjadi kekacauan. Video tersebut tidak dapat segera diverifikasi.
Halili menjadi terkenal karena memperkenalkan pawai walk of shame dari para penjual narkoba yang diduga melalui kotanya, Tanauan. Polisi mengatakan, mereka telah membunuh lebih dari 4.200 tersangka pengedar narkoba selama baku tembak dalam perang berdarah terhadap obat-obatan yang diluncurkan oleh Presiden Rodrigo Duterte dua tahun lalu. Kampanye ini dikecam kelompok hak asasi manusia dalam negeri dan internasional.
Baca juga, Duterte: Pakar HAM Pergi Saja ke Neraka.
Halili dilucuti dari kekuasaan pengawasnya atas polisi daerah pada Oktober 2017 karena menjamurnya obat-obatan terlarang di kotanya. Kekuasaannya dilucuti di tengah tuduhan polisi nasional bahwa dia mungkin memiliki keterlibatan. Halili membantah tuduhan itu.
Dalam sebuah wawancara pada Agustus 2016, Halili mengatakan, dia mendukung kampanye Duterte. Namun meyakini gembong narkoba harus menjadi target utama, jika tidak ribuan orang akan terbunuh.
"Tidak ada yang aman - wali kota, gubernur, anggota kongres - hanya laporan intelijen palsu oleh polisi dapat berakhir dengan salah satu dari mereka dihancurkan," katanya dalam wawancara. "Saya punya perasaan bahwa mereka (polisi) mengejar burung kecil untuk menakut-nakuti orang," katanya menambahkan.
Sebelumnya Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan kepada seorang pakar hak asasi manusia PBB untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara itu. Pernyataan ini datang setelah pakar HAM tersebut menilai bahwa independensi peradilan di Filipina telah terancam.
''Katakan padanya untuk tidak mengganggu urusan negara saya dan dia bisa pergi ke neraka,'' ujar Duterte pada Sabtu (2/6) malam.