Ahad 01 Jul 2018 00:19 WIB

RUU SDA Berpotensi Rugikan Industri Perpipaan

Moval sebut regulasi soal SPAM dan AMDK harus dibedakan

Beberapa orang beraktivitas di saluran pipa air di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/12).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Beberapa orang beraktivitas di saluran pipa air di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Center for Regulation, Policy and Governance (CRPG), M. Mova Al’afghani Phd menilai draf Rancangan Undang Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) mencampuradukkan pengaturan air untuk publik dengan air untuk industri. Hal inilah yang dapat memicu penurunan investasi dan perhatian terhadap air perpipaan.

Pencampuradukan tersebut terlihat pada pengaturan air untuk publik atau kebutuhan air untuk rumah tangga dengan industri yang terlihat pada pasal 51. Pasal tersebut mengatakan bahwa produk berupa air minum meliputi antara lain air minum yang diselenggarakan melalui sistem penyediaan air minum (SPAM) dan air minum dalam kemasan.

"Artinya, pelayanan air untuk masyarakat dan air minum dalam kemasan (AMDK) adalah sama. Padahal sejatinya, SPAM dan AMDK memiliki perbedaan yang sangat mencolok. SPAM harus berorientasi pada keterpenuhan hak air rakyat oleh negara, sementara AMDK adalah produk industri. Oleh karena itu regulasinya tidak dapat disamakan,” ujar Mova dalam rilisnya, Sabtu (30/6).

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2005 yang tertuang dalam 6 prinsip MK menyebutkan bahwa pelayanan air untuk kebutuhan sehari-hari di Indonesia, yaitu mencakup air minum dan air bagi pertanian rakyat tidak berorientasi pada keuntungan. Selama ini pelayanan air ini diterjemahkan ke dalam Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Oleh karena itu, pendekatan regulasi pelayanan air harus berbeda dengan pendekatan regulasi bagi AMDK. Karena industri pelayanan air merupakan industri monopoli alamiah, dimana biasanya hanya ada 1 penjual dalam 1 kota.

Sedangkan AMDK adalah industri fast-mooving consumer goods, yang saat ini jumlahnya sangat banyak. Produk AMDK adalah produk yang bersifat pilihan bagi konsumen.

Tidak ada kewajiban masyarakat harus mengkonsumsi merek tertentu, bahkan tidak ada pula keharusan masyarakat harus mengkonsumsi  AMDK. Sesuai dengan mekanisme pasar, AMDK merupakan industri yang kompetitif sehingga standar kualitas dan harga ditentukan oleh perusahaan AMDK itu sendiri.

Apabila AMDK disamakan dengan pelayanan air, maka pemenuhan kebutuhan air untuk publik jelas terancam. “Dengan menyatukan pengaturannya pelayanan air dengan AMDK dalam RUU SDA, pemerintah justru melembagakan kebergantungan masyarakat terhadap AMDK dan mengerdilkan air perpipaan (SPAM),” tegas Mova.

Ia khawatir, pengaturan tersebut justru membuat pemerintah abai terhadap pemenuhan kebutuhan air masyarakat. SPAM bisa jadi lebih fokus pada bisnis AMDK ketimbang memenuhi kebutuhan raktyat atas air.

"Konsekuensinya adalah akan terjadi penurunan investasi (under-investmen) untuk pembangunan infrastruktur air perpipaan, yang mana seharusnya menjadi prioritas pelayanan air untuk rakyat,” ujar Mova yang periode 2009-2011 lalu terlibat dalam perumusan Hak Asasi Manusia Atas Air dalam Geneva Process.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement