REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta, Senin sore, ditutup melemah sebesar 60 poin menjadi Rp 14.390 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.330 per dolar AS. Analis Pasar Uang Bank Mandiri, Rully Arya Wisnubroto di Jakarta, Senin (2/7), mengatakan, depresiasi rupiah masih dominan dipengaruhi faktor eksternal, terutama potensi perang dagang AS dan Cina.
Selain itu, pelemahan Rupiah terhadap dolar AS belum mampu terangkat oleh sentimen domestik. "Memang lebih banyak sentimen global. Sentimen domestik pun kurang bagus," ujar Rully, Senin (2/7).
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis inflasi Juni 2018 yang tercatat sebesar 0,59 persen. Dengan demikian, laju inflasi pada tahun kalender Januari-Juni 2018 tercatat sebesar 1,90 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) 3,12 persen.
"Inflasi lebih tinggi dari ekspektasi," kata Rully.
Dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) sendiri pada Senin, tercatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp 14.331 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 14.404 per dolar AS. Sebelumnya, pada akhir pekan lalu, meski laju suku bunga acuan telah dinaikan sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Kenaikan bertuuntuk meredam pelemahan rupiah lebih dalam, namun tidak banyak berimbas pada pergerakan rupiah yang hanya naik tipis.
Pelaku pasar masih mencermati perkembangan dari potensi terjadinya perang dagang antara AS dan Cina sehingga permintaan akan mata uang "safe haven" masih lebih besar. Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuannya BI 7 Days Reverser Repo Rate sebesar 50 basis poin. Kini suku bunga ditetapkan sebesar 5,25 persen dari sebelumnya 4,75 persen.
Baca Juga: Rupiah Tertekan, Suku Bunga Acuan Naik Hingga 50 Bps.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, langkah ini diambil demi menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah berbagai tekanan global, terutama dari Amerika Serikat (AS). "Keputusan ini berlaku efektif mulai Jumat 29 Juni 2018," ujar Perry di gedung BI, Jakarta, Jumat, (29/6).
Tidak hanya suku bunga acuan, bank sentral juga menaikkan suku bunga deposit facility dan lending facility sebesar 50 basis poin, masing-masing menjadi 4,5 persen serta 6 persen. Perry pun menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara. Ditambah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Kebijakan tersebut tetap ditopang dengan kebijakan intervensi ganda di pasar valas dan di pasar surat berharga negara serta strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas, khususnya di pasar uang rupiah dan pasar swap antarbank," kata Perry.
Baca Juga: Dolar AS Kembali Menguat Terhadap Rupiah