REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Otoritas Malaysia menyelidiki pernikahan antara seorang gadis Thailand berusia 11 tahun dan seorang Muslim Malaysia berusia 41 tahun. Pernikahan tersebut memicu kemarahan publik karena penikahan anak dilarang.
Dilansir di Bangkok Post pada Senin (2/7), penjual karet Che Abdul Karim Che Abdul Hamid diam-diam menikahi gadis berusia 11 tahun sebagai istri ketiganya di Thailand. Pernikahan itu menjadi perhatian publik usai salah satu istrinya mengajukan pengaduan ke polisi.
Sesuai peraturan, gadis Muslim dapat menikah saat berusia minimal 16 tahun dan mendapat persetujuan dari pengadilan syariah, serta orang tuanya. Sementara, pria Muslim di Malaysia dapat menikahi empat perempuan sebagai istrinya.
Wakil Perdana Menteri Malaysia Wan Azizah Wan Ismail mengatakan pernikahan tersebut ilegal karena tidak disetujui pengadilan syariah. Azizah bertemu pejabat terkait pada Senin (2/7) membahas masalah tersebut.
Sebuah foto tersebar di media sosial menunjukkan seorang pria memegang tangan gadis usai upacara pernikahan atau ijab kabul. Media setempat mengatakan Che Abdul Karim, yang juga seorang imam di pedesaan, di negara bagian Kelantan timur laut, sudah memiliki dua istri dan enam anak berusia antara 5 dan 18 tahun.
Kepada kantor berita Bernama, pria tersebut mengklaim pernikahannya sah dan disetujui orang tua gadis tersebut yang merupakan petani karet kurang mampu di Malaysia. Pria tersebut mengatakan, dia akan meresmikan pernikahan tersebut di Malaysia saat sang gadis berusia 16 tahun. Hingga usia tersebut, sang gadis akan tinggal bersama orang tuanya.
Sebuah media lokal mengutip pernyataan sang gadis yang mengatakan tidak mengetahui adanya keributan akibat pernikahannya. Gadis tersebut mengaku jatuh cinta pada Che Abdul Karim.
Wan Azizah mengatakan kepada media setempat, saat ini pejabat terkait sedang menyelidiki apakah orang tua gadis itu setuju menikahkan anaknya karena kemiskinan. Dia mengatakan penyelidikan awal menunjukkan sang gadis tidak bersekolah dan dirayu dua kali.
Ibunya telah mengatakan kepada lelaki itu anaknya masih terlalu muda. Dia meminta pernikahan disempurnakan hanya ketika dia berusia 16 tahun.
“Paedofilia, eksploitasi anak, pornografi anak, kita harus teguh pada ini karena anak-anak adalah tanggung jawab kita,” kata Azizah.
Aktivis anak mendesak pemerintah menaikkan usia minimum untuk menikah menjadi 18 tahun. Badan anak-anak PBB menyebut perkawinan anak-anak itu mengejutkan.
Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia menyatakan keprihatinan karena memungkinkan pernikahan anak atas nama agama, memberikan perlindungan bagi paedofil dan predator seksual anak. Masyarakat Hak Asasi Manusia Nasional mengatakan data pemerintah menunjukkan ada 16 ribu pengantin anak Malaysia pada 2010. Dengan demikian, lembaga itu menyerukan langkah hukum untuk mengkriminalisasi pelaku pernikahan anak untuk melindungi anak di bawah umur.