REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty International menyebut Polri dan militer melakukan pembunuhan tidak berlandaskan hukum pada 95 orang Papua sepanjang delapan tahun terakhir. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto membantah tudingan tersebut.
Setyo menuturkan, polisi punya tugas berdasarkan hukum dan standar operasional prosedur (SOP) yang jelas yakni melindungi harta dan jiwa mayarakat. "Oleh sebab itu ketika ada ancaman yang terjadi kepada msyarakat, tidak harus kepada polisi, misalnya ada msyarakat yang terancam kalau polisi tidak bertindak dia meninggal, itu polisi harus bertindak," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (2/7).
Selain itu, kata Setyo banyak anggota polisi di Papua yang juga merupakan warga asli Papua. Dalam rilis yang disampaikan Amnesty International, sebagian besar orang yang mati adalah orang asli Papua, sebanyak 85 orang. Hal tersebut, menurut Setyo menjadi tidak masuk akal. "Sebagian besar anggota Polri di Papua mulai Brimob Kapolres Kasat Sabhara adalah warga Papua, saya tidak yakin kalau mereka membunuh saudara-saudaranya," kata Setyo.
Baca juga, Amnesty: 95 Pembunuhan di Luar Hukum di Papua.
Polri, lanjut Setyo, tidak dididik untuk membunuh. Polri dididik untuk melindungi msyarakat. Bila menghadapi ancaman, maka menurut Setyo berdasarkan undang-undang Polri bisa mengambil tindakan terukur.
Mengenai banyaknya warga yang tewas, Setyo mengatakan, seharusnya Amnesty bersikap objektif dengan menghitung pula berapa aparat yang tewas. Termasuk, bagaimana warga sipil yang harus menelan korban bila Polri tidak mengambil tindakan yang menurutnya tegas dan terukur. Ia pun membantah dalil Amnesty terkait pelanggaran HAM yang dilakukan Polri dan TNI.
"Apakah dia hanya melihat aktivis saja? Masyarakat yang lain bgmn? Polisi yang dsana bagaimana, apakah polisi bukan manusia? TNI bukan manusia? Yang fair dong," kata Setyo.
Amnesty International menyebut kepolisian dan militer melakukan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killings terhadap setidaknya 95 orang dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun di provinsi Papua dan Papua Barat. Hampir semua pelaku belum belum pernah diadili lewat sebuah mekanisme hukum yang independen.
Mayoritas dari korban tersebut, berdasarkan laporan berjudul "Sudah, Kasi Tinggal Di Mati': Pembunuhan dan Impunitas di Papua" oleh Amnesty adalah orang asli Papua. Setidaknya, 85 orang asli Papua tewas tanpa proses hukum menurut laporan Amnesty tersebut.
“Di wilayah ini, pasukan keamanan membunuh wanita, pria dan anak-anak selama bertahun-tahun, tanpa kemungkinan untuk dimintai pertanggungjawaban dalam suatu mekanisme hukum yang independen,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International lndonesia, Senin (2/7).