REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan calon gubernur (cagub) Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus (AHM) dan Ketua DPRD Kepulauan Sula Zainal Mus (ZM), selama 20 hari kedepan. Keduanya menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD tahun anggaran 2019 di Kabupaten Kepulauan Sula.
"Setelah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Sula, dan terpenuhinya ketentuan di Pasal 21 KUHAP, maka dilakukan penahanan terhadap AHM selama 20 hari ke depan terhitung hari ini ditahan di rutan cab KPK di Kav K-4. Sementara ZM ditahan di rutan cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (2/7).
Usai menjalani pemeriksaan dan mengenakan baju tahanan, Ahmad menyerahkan sepenuhnya kasus atas dirinya kepada kuasa hukumnya. Ia pun mengucapkan terimakasih kepada para pemilihnya di Maluku Utara dan sangat meyakini dirinya akan tetap dilantik. "Saya terima kasih kepada semua saudara-saudara yang sudah memilih nomor satu dan bagi saya ini adalah bagian nikmat yang sangat luar biasa kita sudah menang pilkada, sabar saja masyarakat Maluku Utara," kata Ahmad.
Sementara kuasa hukumnya, Waode Nur Zaenab mengatakan, kliennya merupakan korban intervensi politik. Dirinya pun akan membuktikan kliennya tidak bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. "Kita buktikan saja di persidangan. Karena ketika penetapan tersangka tanggal 13 maret 2018. Hasil survei elektabiltas tertinggi itu kan tanggal 8 maret 2018. Kemudian panggilan itu dua hari sebelum Pilkada jelas untuk turunkan elektabilitas. Namun tetap saja hasil quick count paling banyak," ucapnya.
Ia menambahkan kasus yang menjerat kliennya sangat kental dengan intervensi politik. "Masyarakat Maluku Utara yang menyampaikan. Terutaama pemilih beliau, ini sangat-sangat kental intervensi politik," tambahnya.
Dalam Pilkada Maluku Utara kemarin, berdasarkan hasil hitung cepat per Jumat (29/6), paslon Ahmad Hidayat Mus-Rivai Umar yang diusung Partai Golkar mendapatkan sekitar 32 persen. Mereka mengungguli Burhan Abdurahman-Ishak Jamaluddin (25,97 persen), Abdul Gani Kasuba-M Al Yasin Ali (30,38), dan Muhammad Kasuba-A Madjid (11,70).
Berdasarkan quick count tersebut, Ahmad Hidayat bakal jadi Gubernur Maluku Utara. Namun kepastian pemenang ditentukan oleh real count atau rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum.
KPK menduga AHM dan ZM telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau korporasi terkait dengan pembebasan lahan Bandara Bobong Kabupaten Kepulauan Sula yang menggunakan APBD tahun anggaran 2009. Keduanya diduga melakukan pengadaan fiktif dari pengadaan pembebasan lahan Bobong pada APBD Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula.
Pengadaan fiktif itu dilakukan dengan cara seolah pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula membeli tanah milik ZM yang seakan-akan dibeli dari masyarakat. Saut menerangkan, kerugian negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK sebesar Rp 3,4 miliar. Angka itu sesuai dengan jumlah pencairan SP2D kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Dari total Rp 3,4 miliar yang dicairkan dari kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula senilai Rp 1,5 miliar, diduga ditransfer kepada ZM sebagai pemegang surat kuasa menerima pembayaran pelepasan tanah. Selanjutnya, senilai Rp 850 juta diterima oleh AHM melalui pihak lain untuk menyamarkan penerimaan uang tersebut. Sedangkan sisa uangnya diduga mengalir kepada pihak-pihak lainnya.
Kasus ini sudah pernah ditangani oleh Kepolisian Polda Maluku Utara. Beberapa tersangka lainnya telah dipidana, tapi pada 2017 AHM mengajukan praperadilan dan Pengadilan Negeri Ternate mengabulkan permintaannya.Dengan begitu, Polda Maluku mengeluarkan SP3 untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut. Hal itu sesuai dengan keputusan praperadilan yang menyatakan penyidikan oleh Polda tidak sah.
Sejak saat itu, KPK berkoordinasi kepada Polda dan Kejati Maluku Utara untuk kemudian membuka penyelidikan baru atas kasus ini pada Oktober 2017.AHM dan ZM diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.