Selasa 03 Jul 2018 15:05 WIB

Guterres Serukan Lebih Banyak Tekanan Kepada Myanmar

PBB menggambarkan tindakan keras Myanmar sebagai pembersihan etnis Rohingya

Rep: Marniati/ Red: Bilal Ramadhan
Sekjen PBB Antonio Guterres.
Foto: EPA
Sekjen PBB Antonio Guterres.

REPUBLIKA.CO.ID, KUTUPALONG -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres   menyerukan lebih banyak tekanan internasional terhadap Myanmar. Ia meminta Myanmar menciptakan kondisi yang aman bagi kembalinya ratusan ribu Muslim Rohingya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Myanmar mencapai kesepakatan pada Mei. PBB menginginkan ribuan Rohingya kembali dengan selamat dan karena pilihan mereka sendiri.

"Nota kesepahaman ini adalah langkah pertama dalam hal pengakuan progresif terhadap hak-hak rakyat," kata Guterres di sebuah kamp pengungsi di pantai tenggara Bangladesh.

Ia mengatakan ini adalah jenis konsesi yang  diperoleh dengan Myanmar pada saat ini.  "Mari kita uji ketulusan dari konsesi ini dan kemudian mari kita lanjutkan dalam kaitannya dengan hak penuh rakyat," katanya.

Pihak dari pemerintah Myanmar tidak ada yang bersedia mengomentari pernyataan Guterres. Kunjungan Guterres terjadi 10 bulan setelah serangan oleh gerliawan Rohingya di Myanmar.

Ini memicu serangan militer yang telah memaksa lebih dari 700 ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. PBB menggambarkan tindakan keras itu sebagai pembersihan etnis. Tuduhan itu dibantah oleh Myanmar.

MOU, rincian yang dilaporkan oleh Reuters pekan lalu, tidak menawarkan jaminan eksplisit kewarganegaraan atau kebebasan bergerak. Padahal ini telah lama menjadi salah satu tuntutan utama Rohingya.

Guterres menyampaikan pernyataannya bersama dengan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim. Di saat bersamaan sekelompok pengungsi berdiri memegang spanduk-spanduk kain yang berisi tuntutan mereka: "Termasuk Rohingya dalam perjanjian tentang Rohingya" dan "Pemulangan yang bermartabat harus menyertakan kewarganegaraan penuh sebagai etnis Rohingya".

Beberapa pemimpin Rohingya mengatakan mereka tidak akan menerima kesepakatan dalam bentuknya saat ini. Guterres mengatakan perjanjian itu adalah upaya PBB  untuk memaksa pemerintah Myanmar  membuka jalan bagi potensi pengembalian di masa depan.

"Jadi hal seperti itu harus dipertimbangkan. Bukan sebagai kesepakatan akhir tentang pengembalian. Kami tahu bahwa Myanmar mungkin tidak akan menerima semuanya pada saat bersamaan," katanya.

Dia dan Kim juga menekankan bahwa pengembalian Rohingya yang aman dan sukarela ke Myanmar adalah prioritas pertama. Kebutuhan mendesak adalah  mendukung Bangladesh dalam menangani bencana kemanusiaan.

Kunjungan mereka menyusul pengumuman Bank Dunia pekan lalu bahwa Bank Dunia akan memberikan bantuan senilai 480 juta dolar AS kepada Bangladesh untuk membantu  para pengungsi.

Kim mengatakan pada  Senin, Bank Dunia akan mencari cara untuk membawa lebih banyak sumber daya pembangunan ke Bangladesh. Ini karena kontribusi yang mereka berikan kepada dunia dalam menerima Rohingya.

Rohingya yang telah tiba di Bangladesh dalam beberapa bulan terakhir telah melaporkan pembunuhan massal, pembakaran dan pemerkosaan oleh pasukan keamanan Myanmar. Guterres dan Kim bertemu dengan beberapa korban di kamp. Mereka bertemu dengan pengungsi yang kondisinya memburuk.

"Ini mungkin salah satu kisah paling tragis dalam kaitannya dengan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia. Kami harus mendorong dan akan mendorong ke arah yang benar," kata Guterres.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement