Rabu 04 Jul 2018 16:32 WIB

KPK: Presiden Pastikan tak Ada Tenggat Pengesahan RUU KUHP

Pimpinan KPK hari ini bertemu Presiden Jokowi membahas Revisi KUHP.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Andri Saubani
Membahas Revisi KUHP. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (depan) bersama Pimpinan KPK datang di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Membahas Revisi KUHP. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (depan) bersama Pimpinan KPK datang di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang Garuda, Istana Kepresidenan, Bogor, Rabu (4/7). Sementara dari pihak pemerintah hadir Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Usai melakukan pertemuan, Ketua Umum KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya menyamaikan mengenai konsen lembaga ini terkait dengan rancangan undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KPK pun mengusulkan agar delik korupsi tetap diatur di luar KUHP.

"Karena ya kami, saya sampaikan mengenai risiko yang besar. Kemudian insentifnya tidak kelihatan untuk pemberantasan korupsi," ujar Agus usai bertemu Presiden Jokowi, Rabu (4/7).

Agus menuturkan, KPK masih akan mengakaji dan mempersiapkan bahan untuk ditampung kembali oleh pemerintah terkait dengan aturan yang mengatur kewenangan KPK. Di mana berbagai masukan dari KPK diharap bisa ditampung dan tidak ada lagi keberatan dari pemerintah.

Dengan menanti masukan terkait RKUPH dari berbagai pihak termasuk dari KPK, maka Presiden Jokowi telah mengintruksikan kepada para menteri agar deadline RKUHP tidak ada. "Tidak ada deadline-ya. Jadi yang tanggal 17 Agustus (2018) itu tidak ada," ujar Agus.

Wakil Pimpinan KPK Laode M Syarif menuturkan, tidak adanya deadline dalam mengesahkan RKUHP ini bukan sekadar adanya berkaitan dengan KPK, tapi juga banyak pilihan yang menjadi pertimbangan. Selain delik korupsi, delik narkoba, teroris, dan HAM juga dirasa akan lebih baik ketika berada di luar KUHP.

"Jadi kalau sebenarnya itu dikeluarkan dari RKUHP ini bisa cepat segera ini kodifikasinya. Nah seperti itu. Oleh karena itu tim pemerintah akan mempelajarinya lagi lebih intens," ujar Laode.

Wakil Pimpinan KPK lainnya, Saut Situmorang menuturkan bahwa selama ini KPK dan pemerintah pun duduk bersama membahas berbagai hal termasuk dalam RKUHP. Ini penting karena KPK perlu memberikan masukan khsusunya terkait tugas lembaga antirasuah ini.

Beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan akan memberikan kado indah berupa pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP, saat HUT RI ke-73, pada 17 Agustus mendatang. Bamsoet, sapaan akrabnya, mengatakan mengatakan  RKUHP yang akan disahkan nantinya menjadi undang-undang hukum pidana yang baru milik Indonesia.

Pembaruan KUHP ini sudah menjadi prioritas sejak lama. Namun, tidak selesai dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat periode lalu. Undang-undang dengan jumlah pasal terbanyak (lebih dari 600 pasal) itu terpaksa harus dibahas kembali dari awal oleh anggota DPR periode 2014-2019 karena sistem DPR tidak mengenal warisan.

photo
Alasan KPK Tolak Revisi KUHP

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement