REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anwar Ibrahim, pemimpin de facto Partai Keadilan Rakyat menepis anggapan bahwa dakwaan terhadap mantan perdana menteri Malaysia Najib Razak bermotif politik.
Najib dituntut pada Rabu (4/7) dengan tiga tuduhan pidana dan satu tuduhan menggunakan posisinya sebagai gratifikasi. Kasus tersebut terkait dengan penyelidikan skandal miliaran dolar AS yang hilang dari dana negara 1MDB.
"Saya tidak melihat bagaimana tuduhan itu dapat dianggap bermotif politik, karena ada bukti," kata Anwar pada konferensi pers di Jakarta setelah berbicara di forum kepemimpinan pada Rabu (4/7).
Mantan perdana menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak tiba di pengadilan Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (4/7).
"Saya tidak mengetahui semua bukti, tetapi saya mengetahui banyak fakta. Laporan yang disampaikan oleh berbagai lembaga di dalam negeri, dan khususnya Departemen Kehakiman Amerika Serikat," kata Anwar, dilansir Channel News Asia.
Meski demikian, ia memastikan Malaysia akan menggelar peradilan yang independen untuk Najib.
"Tapi terlepas dari semua itu, ini juga merupakan ujian bagi Malaysia untuk menghormati proses hukum dan aturan hukum, dan saya pasti akan mengharapkannya karena itu adalah bagian dari manifesto kami dalam agenda kami. Dan Mahathir telah berkomitmen untuk memastikan ada peradilan independen di negara ini," kata Anwar.
Anwar dipenjara atas tuduhan korupsi pada 1990-an. Pada 2015, Anwar dinyatakan bersalah atas kasus sodomi yang dituduhkan oleh pemerintahan Najib. Anwar mengatakan bahwa hal itu diatur untuk menjauhkannya dari politik.
Sementara itu, juru bicara Najib mengatakan pemerintahan baru Mahathir (yang dipimpin oleh aliansi yang terdiri dari pihak Mahathir dan Anwar) menangkap Najib dengan tujuan bermotif politik.
Baca: Perjalanan Skandal Korupsi 1MDB Malaysia