REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama beberapa bulan belakangan ini koreksi terjadi di pasar saham dan obligasi. Menurut Chief Investment Officer Eastspring Indonesia, Ari Pitojo, CFA, hal ini merupakan sebuah konsekuensi akibat terjadinya kenaikan suku bunga the Fed yang lebih cepat karena pemulihan ekonomi di Amerika Serikat (AS) sekaligus timbulnya ketegangan geopolitik seperti perang dagang antara AS dan China.
Naiknya suku bunga di AS yang merefleksikan kebangkitan perekonomian AS, menimbulkan risiko kembalinya dana investasi asing ke AS dan menekan nilai tukar rupiah. “Namun demikian perlu diingat bahwa kondisi makroekonomi Indonesia sendiri secara keseluruhan masih dalam kondisi yang baik,” kata Ari Pitojo saat halal bihalal di Jakarta, Rabu (4/7).
Dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (4/7), Ari menjelaskan, ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan. Ekonomi tumbuh sebesar 5,06 persen di kuartal 1 tahun 2018. Pada tahun 2018, pasar memperkirakan ekonomi akan tumbuh sebanyak 5,3 persen yang ditopang oleh sektor konsumsi dan investasi.
Ia menambahkan, Pilkada serentak,diperkirakan akan menambah kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2 persen ke ekonomi. Inflasi juga cenderung terkendali di kisaran batas Bank Indonesia yaitu 3-5 persen. Ditambah dengan support BI untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan menaikkan 7DRR sebanyak total tiga kali pada bulan Mei dan Juni untuk menjaga stabilitas rupiah.