REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan anggota Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) menuntut penghapusan outsourcing pelabuhan serta perwujudan keadilan bagi pekerja Indonesia. Hal itu mereka ungkapkan saat demonstrasi di depan kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta.
Tuntutan ini bermula pada 1 Januari 2018 saat manajemen Jakarta International Container Terminal (JICT) mengganti vendor operator alat angkut RTGC, sehingga terjadi PHK massal 400 pekerja outsourcing yang telah mengabdi bertahun-tahun.
"PHK ini kontroversial karena tidak sesuai dengan PermenakerTrans 19/2012 pasal 19 (b)," ujar Ketua Umum FPPI, Nova Sofyan Hakim, dalam siaran persnya, Rabu (5/7).
Mengingat dalam hal pergantian vendor, kata dia, pekerja sebelumnya dijamin bekerja kembali.
Selain itu, ia melanjutkan, manajemen JICT terindikasi melanggar aturan karena melakukan vendorisasi pada kegiatan utama. "Operator pengganti pun 90 persen perekrutan baru dan minim kemampuan serta pengalaman. Alhasil, kinerja JICT anjlok dan terganggunya arus barang," katanya.
Menurut Nova, 400 pekerja outsourcing yang tergabung dalam Serikat Pekerja Container (SPC) ini diduga diberangus (Union Busting) oleh manajemen karena turut berjuang dalam kasus kontrak JICT.
Pada 10 Maret 2018, Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta dalam suratnya nomor 3796.H.836.1 meminta Kepala Sudinakertrans Jakarta Utara Dwi Untoro untuk menindaklanjuti permasalahan ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ulang terhadap JICT. "Namun sampai saat ini belum ada realisasi," katanya.