REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay mengatakan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi mempunyai peluang untuk diusung menjadi calon presiden (capres) atau cawapres, tanpa harus 'menyeberang' menjadi pendukung Jokow Widodo (Jokowi). Saleh menilai, justru peluang pria yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) itu lebih besar jika menjadi capres alternatif penantang Jokowi.
"Ini kan masih digodok. Kan tidak bisa serta merta bisa mendapat tiket untuk maju. Partai-partai yang ada pun masih melakukan evaluasi dan kajian. TGB sendiri banyak melakukan safari politik. Ketua-ketua umum partai itu menerimanya dengan baik," ujar Saleh saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (6/7).
Maka kalau dari sisi peluang dan dukungan, menurut Saleh, dirinya tidak melihat ada alasan TGB untuk menyeberang. Namun, tentu ada alasan personal yang tidak disampaikan ke masyarakat. Sementara alasan itu adalah haknya dan tidak bisa diganggu gugat. "Fenomena ini kan aneh ya. Awalnya getol keliling Indonesia. Orang tahu bahwa pada saat keliling itu TGB sedang mencari peluang. Nah belakangan ternyata beralih mendukung Joko Widodo," ungkapnya.
Lanjut Saleh, di alam demokrasi, sikap seperti itu sangat lumrah. Setiap orang boleh saja mengubah pandangan dan pilihan politiknya. Kata Saleh, tinggal masyarakat nanti yang akan memberikan penilaian. Sedangkan penilaian dari masyarakat adalah sangat penting.
Sebelumnya, TGB membeberkan alasan kenapa dirinya mendukung Joko Widodo. Dia mengaku mengambil keputusan itu dengan pertimbangan serasional mungkin. Bagi dirinya, keputusan apa pun itu harus mempertimbangkan kemaslahatan bangsa, umat, dan akal sehat. Keseluruhan dari tiga hal ini, menurut saya, pantas dan fair kalau kita beri kesempatan kepada Bapak Presiden Jokowi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang selama 4 tahun ini beliau mulai.
Kemudian TGB juga menilai program-program Jokowi tak akan rampung dalam satu periode pemerintahan. Ia ingin memberikan kesempatan kepada Jokowi untuk merampungkan program-programnya. Menurutnya, tidak cukup lima tahun mengeksekusi keutuhan visi misi program, maka waktu yang cukup adalah dua periode.