REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu tersangka kasus dugaan suap pengerjaan proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018, mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik keinginan tersebut.
"Tadi saya dapat informasi dari penyidik bahwa ada salah satu pihak tersangka yang menyatakan akan mengajukan JC. Saya kira itu positif," kata Febri saat dikonfirmasi, Jumat (6/7).
Namun, Febri mengingatkan tersangka yang mengajukan JC harus serius dan sepenuh hati memenuhi sejumlah persyaratan untuk mendapat status tersebut. Beberapa syarat itu, di antaranya, bukan pelaku utama, mengakui perbuatannya dan membongkar atau mengungkap pihak atau kasus korupsi yang lebih besar serta konsisten dengan keterangan yang disampaikan.
"Kami ingatkan pengajuan JC adalah hak tersangka, namun garus dilakukan serius dan tidak setengah hati karena JC akan menjadi salah satu pertimbangan yang meringankan putusan," katanya.
Saat ditanyakan, siapa yang akan mengajukan JC, Febri masih enggan mengungkap identitas tersangka. Febri mengaku belum dapat menyampaikan identitas tersangka tersebut karena JC belum diajukan secara resmi.
Menurut Febri, pengajuan JC ini menandakan mulai adanya kesadaran para tersangka untuk koperatif dan terbuka kepada KPK. Febri berharap kesadaran itu diikuti oleh tersangka lainnya juga para saksi yang bakal dipanggil dan diperiksa terkait kasus ini. Apalagi, kata Febri, KPK sudah mengantongi bukti-bukti yang kuat terkait kasus suap dengan kode '1 meter' ini.
"KPK sangat yakin dengan bukti yang kami miliki mulai dari komunikasi dan penbicaraan termasuk ada kode 1 meter di kasus ini dan bukti penerimaan uang lainnya. Akan lebih baik yang diperiksa terbuka karena kami sudah miliki bukti yang kuat," ucapnya.
Seperti diketahui, empat orang terjerat OTT KPK di wilayah Aceh. Keempat orang tersebut adalah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi dan dua orang dari pihak swasta yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengerjaan proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh. Sebelumnya, usai diperiksa sebagai tersangka Bupati Bener Meriah, Ahmadi mengakubakan kooperatif dengan proses hukum yang akan ia jalani. Saat ditanyakan apakah akan mengajukan JC, ia masih akan mempertimbangkan.
"Saya masih pikir-pikir dulu (untuk ajukan JC)," kata Ahmadi
Ahmadi juga bersedia bekerja sama dengan KPK untuk membongkar kasus suap yang turut menjerat Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf itu. "Saya akan kooperatif terhadap maslah hukum yanh sedang saya hadapi. InsyaAllah saya juga akan berikan penjelasan yang saya tau dan yang saya alami karena saya menyangkut dengan alokasi dana khusus untuk Kabupaten. InsyaAllah demikian," tuturnya.
Sementara Irwandi saat akan menjalani penahanan menegaskan dirinya tidak pernah menerima suap terkait proyek yang bersumber dari DOKA 2018. Ia juga mengaku tak pernah mengatur proyek dan meminta jatah dari proyek-proyek yang ada di Aceh.
"Saya tidak melanggar apapun, tidak mengatur fee, tidak mengatur proyek, tidak terima fee, tidak ada janji memberikan sesuatu," tegas Irwandi.
Ia juga mengaku tidak mengetahui ihwal uang Rp 500 juta yang diberikan oleh Bupati Bener Meriah Ahmadi, serta penerimaan uang oleh orang dekatnya, Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.
"Tidak tahu, karena mereka tidak pernah lapor ke saya, dan yang memberikan tidak koordinasi dengan saya, lalu tidak terima uang," ujarnya. Mantan petinggi GAM itu pun siap membuktikan bahwa dirinya tak pernah menerima suap dari Ahmadi maupun pihak lain.