REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Recep Tayyip Erdogan akan memenuhi ambisi yang telah lama dimilikinya pada hari Senin (9/7), ketika dia dilantik sebagai presiden Turki dengan kekuatan baru. Meluncurkan kepresidenan eksekutif yang ia perjuangkan dengan keras, Erdogan juga akan menamai kabinet yang efisien yang katanya akan mendorong pertumbuhan untuk menjadikan Turki sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia.
Erdogan menang tipis dalam referendum tahun lalu untuk menggantikan demokrasi parlementer negaranya dengan sistem yang menampilkan kepresidenan serba kuat. Dia mengatakan perubahan dan perombakan tata kelola terbesar sejak republik Turki modern didirikan dari reruntuhan Kekaisaran Ottoman hampir seabad yang lalu, diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Turki dan menjamin keamanannya, seperti dilansir di Reuters, Senin (9/7).
Para pendukungnya melihat hal tersebut hanya sebagai hadiah bagi seorang pemimpin yang telah menempatkan nilai-nilai Islamis di inti kehidupan publik, memperjuangkan kelas kerja saleh dan membangun bandara, rumah sakit dan sekolah. "Turki memasuki era baru dengan upacara sumpah presiden pada hari Senin," kata Erdogan kepada Partai AK yang berkuasa pada akhir pekan.
"Dengan kekuatan yang diberikan kepada kami oleh sistem presidensial yang baru, kami akan mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih kuat." tambahnya.
Para penentang mengatakan kekuatan baru menandai kemunduran bagi otoritarianisme. Mereka juga menuduh Erdogan mengikis institusi sekuler yang didirikan oleh pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, dan mendorongnya lebih jauh dari nilai-nilai Barat pada demokrasi dan kebebasan berbicara.
Pada Ahad (8/7) malam, pejabat memecat lebih dari 18 ribu pegawai negara, sebagian besar dari mereka merupakan polisi dan tentara. Pemecatan ini dikatakan pemerintah akan menjadi keputusan akhir di bawah pemerintahan darurat yang diberlakukan setelah kudeta 2016 yang gagal.
Lebih dari 150 ribu pegawai negara telah kehilangan pekerjaan mereka dalam tindakan keras setelah upaya kudeta. Menteri dalam negeri Turki mengatakan pada April sekitar 77 ribu telah secara resmi dituntut dan dipenjara selama persidangan.