REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan teknologi menjadi cara untuk meningkatkan produksi pada dalam memenuhi kebutuhan nasional. Penggunaan benih padi produktivitas tinggi menjadi salah satu cara yang bisa diterapkan.
Ketua Kompartemen Tanaman Pangan Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Yuana Leksana mengatakan, petani sebenarnya bisa menggunakan padi hibrida untuk mendapat produksi yang tinggi.
"(Produktivitas padi hibrida; red) 20 sampai 30 persen lebih tinggi," katanya, Senin (9/7).
Padi Ciherang yang menjadi favorit para petani memiliki produktivitas sebesar lima hingga enam ton per hektare. Sementara produktivitas padi hibrida berada di angka tujuh hingga sembilan ton per hektare.
"Tambahan satu ton per hektare saja sudah cukup untuk meningkatkan produksi nasional," kata dia.
Apalagi petani Indonesia telah lama mengenal teknologi hibrida yakni jagung hibrida. Sebanyak 70 persen jagung di Indonesia adalah hibrida yang telah dikenal sejak 2001. Sedangkan untuk padi hibrida menjadi pilihan di banyak negara Asia yakni Cina, India, Bangladesh dan Filipina.
Saat ini, penggunaan padi hibrida secara nasional masih di bawah satu persen.
"Kurang dari 100 ribu hektare dari 14 juta hektare lahan yang ada," kata dia.
Hal ini karena perusahaan benih memang belum banyak memproduksi benih padi hibrida. Produksi padi hibrida masih sngat rendah di angka 10 ton hingga 20 ton benih per tahun. Kebutuhan benih hibrida mencapai 2.000 sampai 3.000 ton per tahun.
Saat ini, ia menambahkan, biaya produksi benih padi hibrida di atas Rp 50 ribu per kg.
"Kita harus menjual lebih tinggi dari itu dan itu menjadi challenge," ujarnya.
Selain itu, produksi benih padi hibrida baru bisa dilakukan setelah pelepasan oleh Kementrian Pertanian. Setelah dilepas, baru kemudian perusahaan mengajarkan bagaimana memproduksi benih kepada para petani penangkar.