REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PLN Sofyan Basir menyatakan tak tercapainya lifting gas pada semester I 2018 dikarenakan serapan gas dari perseroan tak sepenuhnya maksimal. Hal ini ditanggapi oleh PLN sebagai salah satu bentuk manajemen pasokan.
Ia menjelaskan PLN menerapkan energi mixed yang membuat PLN bisa mengambil sumber mana saja sebagai bahan baku pembangkit. Ditengah kondisi PLN juga perlu memproduksi listrik yang murah, maka PLN perlu mengambil bahan baku untuk pembangkit yang juga masuk keekonomian PLN.
"Kita kan dalam melaksanakan dan menjalankan energi ini, kita kan pilah, kalau ada yang kita geser, listriknya kita pindahkan dari yang mahal ke murah. Kita matikan yang mahal. Itu wajar aja," kata Sofyan di Gedung DPR, Senin (9/7).
Sofyan menjelaskan konsep energi mixed yang diterapkan oleh perseroan membuatnya bisa memperhitungkan pasokan mana yang lebih efisien dan ekonomis. Hingga saat ini, batubara kata Sofyan masih menjadi bahan baku yang paling murah bagi PLN.
"Misalnya gini, sekarang kan BBM naik, gas juga naik, kita cari alternatif yang lebih murah, karena jalur transmisi udah terhubung, jadi kita bisa geser geser, mana yang mahal, gas kita kurangi, terus dipasok dari PLTU. Gitu mainnya," ujar Sofyan.
Realisasi produksi migas siap jual (lifting) secara nasional pada semester I tahun ini mencapai 1,92 juta barel setara minyak per hari (barrel of oil equivalent per day/boepd) atau 96 persen dari target dalam APBN 2018 sebesar 2 juta boepd.
Lifting itu terdiri atas realisasi produksi minyak bumi sebesar 771.000 barel per hari (bph) atau 96 persen dari target APBN 2018 sebesar 800 ribu bph. Realisasi lifting gas bumi sebesar 1,15 juta boepd atau 96 persen dari target 1,2 juta boepd.