REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Indonesia akan menjadi salah satu negara yang terdampak dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Cina. Berdasarkan nilai global value chain (GVC) perdagangan kedua negara, Indonesia berada di posisi ke-34 dari 45 negara yang berpotensi paling berdampak perang dagang.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk mengatisipasi persoalani ini, pemerintah termasuk Bank Indoensia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan langkah antisipasi dalam bentuk regulasi yang tentu akan membuat perekonomian dan invesyasi Indonesia lebih baik.
Selain itu, pemerintah pun akan terus menjalin komunikasi dengan AS atas kebijakan yang mereka ambil terhadap perdagangan dengan Cina. "Komunikasi (terkait perang dagang) akan terus berjalan dengan pemerintah Amerika," kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Senin (9/7).
Menurut Airlangga, pemerintah Indonesia juga akan membahas mengenai regulasi terkait sistem preferensi umum (GPS) yang akan dievaluasi oleh pemerintah AS terhadap sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia. Pemerintah akan melihat secara detail produk mana saja yang kemungkinan akan terdampak evaluasi tersebut, dan produk apa saja yang nantinya masih bisa memafataakan GPS dari pemerintah AS.
Beberapa produk yang akan dikuatkan oleh pemerintah Indonesia semisal kelapa sawit, tekstil, dan otomotif. Khusus otomotif Indonesia juga akan melakukan komunikasi dengan pemerintah Vietnam.
Airlangga mengatakan, perang dagang antara AS-Cina memang bisa berdampak luas bagi pelaku usaha dalam negeri yang produknya saat ini diekspor ke AS. Ancaman perang dagang ini bisa membahayakan jika pemerintah tidak melakukan komunikasi secara khusus dengan AS.
Perang dagang AS dengan Cina
Untuk itu pemerintah akan terus melakukan komunikasi dan pembicaraan dengan berbagai pihak agar perang dagang ini tidak berdampak negaif bagi perdagangan Indonesia.
Pemerintah Indonesia tidak menampik jika perang dagang AS-Cina bisa berdampak pada banyaknya produk dari Cina yang masuk ke Indonesia. Terlebih banyak produk Indonesia dan Cina yang hampir mirip dan cibutuhkan di dalam negeri seperti produk baha, keramik, dan tekstil. "Ya itu akan kita monitor terus. Tentu kita juga akan lihat aturan yang ada," ujar Airlangga.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement