REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan narapidana kasus korupsi dana infrastruktur daerah, Wa Ode Nurhayati, resmi mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Gugatan ini dilayangkan Wa Ode karena dirinya sudah mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2019.
Dihuhungi pada Selasa (10/7), Wa Ode, menyatakan gugatan uji materi ke MA sudah dilayangkan pada Jumat (6/7) lalu. Sementara itu, berdasarkan pantauan Republika pada laman resmi MA, gugatan Wa Ode baru teregistrasi pada Selasa.
Perkara ini teregistrasi dengan nomor 45P/HUM/2018, dengan termohon Ketua KPU, Arief Budiman. "Saya sudah mendaftar sebagai caleg. Saya menggugat PKPU karena bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan hak asasi manusia," ujar Wa Ode.
Menurutnya, gugatan ini juga bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum atas pencalonan caleg. Apalagi, lanjutnya, dirinya sudah menjalani masa hukuman penjara selama enam tahun.
"Pertanyaannya, berapa kali kami harus dihukum? Kami saja di tahanan tidak ada remisi, tidak boleh mengajukan pembebasan bersyarat. Soal perkara hukum itu kan perkara seseorang dan telah menjalani hukumannya, soal benar atau keliru, vonis hakim juga sudah dilakukan," tegasnya.
Dia menambahkan, akan maju sebagai caleg dari dapil Sulawesi Tenggara. "Dulu kan saya dari Sulawesi Tenggara. Saya maju dari Partai Amanat Nasional (PAN)," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Wa Ode pernah menjabat sebagai anggota Komisi VII DPR RI. Dirinya pernah didakwa menerima suap \terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) di tiga kabupaten Provinsi Aceh (Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bener Meriah) dan satu kabupaten di Sulawesi Utara (Minahasa). Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Wa Ode pada 2012 divonis enam tahun penjara.
Baca juga:
- Empat Eks Napi Kasus Korupsi Gugat PKPU tentang Caleg ke MA
- KPK: Indonesia tak Kekurangan Orang Bersih untuk Jadi Caleg
- ICW: Pihak yang Keberatan Silakan Gugat PKPU Caleg ke MA
- Ketua KPU: Eks Napi Korupsi tak Akan Lolos Verifikasi Caleg
Wakil Ketua DPRD DKI, Muhammad Taufik, juga mendaftarkan gugatan uji materi atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan caleg ke MA. Taufik menyatakan, aturan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi yang ada di PKPU tersebut melanggar UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Berdasarkan penelusuran di laman resmi MA, pada Selasa (10/7) malam, pengajuan uji materi atas nama Muhammad Taufik telah diregistrasi dengan nomor register 43/P/HUN/2018. Saat dihubungi Republika, ketua DPD Gerindra DKI Jakarta itu membenarkan pengajuan uji materi atas nama dirinya.
"Benar, saya sudah ajukan kemarin," katanya, Selasa malam.
Taufik juga menyatakan akan kembali maju sebagai caleg dengan dapil DKI Jakarta. Pengajuan uji materi dilakukannya karena pernah tersangkut kasus korupsi.
Taufik yang juga pernah menjabat sebagai ketua KPU DKI Jakarta sempat terjerat kasus pidana korupsi logistik pemilu. Dia sempat dipidana penjara selama 18 bulan akibat kasus tersebut.
"Pertanyaannya, berapa kali kami harus dihukum?" kata Wa Ode Nurhayati.
"Saya ajukan uji materi ke MA karena PKPU Nomor 20 bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Saya harap MA secepatnya bisa memutuskan uji materi ini, karena banyak pihak yang menanti dan membutuhkan," kata dia.
Hingga Selasa, tercatat sudah ada lima mantan napi korupsi yang mengajukan uji materi ke MA atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Kelimanya yakni Patrice Rio Capella, Darmawati Dareho, Al Amin Nasution, Sarjan Tahir, dan Wa Ode Nurhayati.
Dari kelimanya, hanya permohonan Wa Ode Nurhayati, Darmawan Dareho, Al Amin Nasution dan Sarjan Tahir yang menyatakan maju sebagai caleg di Pemilu 2019. Sementara itu, Rio Capella menyatakan tidak mau maju sebagai caleg, tetapi hanya membantu mengajukan gugatan uji materi ke MA.
Larangan Nyaleg Mantan Koruptor
Juru Bicara MA, Suhadi, mengatakan, pihaknya bisa segera memproses uji materi atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Pokok permasalahan yang diajukan untuk uji materi di MA, berbeda dengan persoalan yang saat ini sedang menjalani proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau menurut ketentuannya, jika ada pasal yang sama, dan perkara sama yang diuji materi di MK, kemudian pasal dan perkara itu juga diuji materi di MA, maka MA harus menghentikan sementara proses uji materinya. Tetapi, kalau pasal dan perkaranya berbeda, ya uji materi tetap berlanjut," ujar Suhadi ketika dihubungi Republika, Selasa (10/7) petang.
Uji materi di MA juga harus ditunda untuk sementara jika ada satu aturan yang secara penuh sedang diujimaterikan di MK. "Misalnya saja, kalau saat ini PKPU Nomor 20 diuji materi di MA, kemudian di MK, ada yang mengajukan uji materi atas UU Nomor 7 Tahun 2017 secara keseluruhan (bukan pasal per pasal), maka harus ditunda untuk proses yang di MA," jelasnya.
Penundaan itu, dilakukan sampai ada putusan atas uji materi di MK selesai dilaksanakan dan sudah ada putusan hukum. Sementara itu, lanjut Suhadi, jika merujuk kondisi saat ini, maka uji materi terhadap PKPU Nomor 20 tetap bisa dilanjutkan.
"Uji materinya tetap berjalan dan prosesnya nanti tidak terikat dengan proses kepemiluan. Kecuali, jika para pemohon uji materi di MA mencabut permohonan mereka," tambah Suhadi.
Senada dengan Suhadi, Juru Bicara MK, Fajar Laksono, juga membenarkan jika proses uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 bisa terus berlanjut. Sebab, saat ini MK tidak menangani uji materi terkait aturan pencalonan caleg DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
"Kalau uji materi tentang pencalonan anggota DPD ada, tetapi uji materi yang terkait dengan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota tidak ada," ungkap Fajar ketika dihubungi secara terpisah.
Selain uji materi tentang pencalonan anggota DPD, MK saat ini juga menangani uji materi soal ambang batas pencalonan presiden. "Karena itu, MA bisa melanjutkan proses uji materi atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018," tegas Fajar.