REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan perpajakan bisa menjadi tulang punggung agar suatu negara dapat menjalankan fungsi sebagai penjaga kedaulatan. Ia pun meminta kesadaran warga untuk membayar pajak.
"Kedaulatan bisa dijaga dan dijalankan dengan adanya fungsi perpajakan didalamnya," kata Sri Mulyani dalam sambutannya pada seminar "Meningkatkan Kesadaran Pajak" di Jakarta, Rabu (11/7).
Sri Mulyani mengatakan, negara yang bermartabat harus didukung oleh tulang punggung yang kuat agar tetap kokoh berdiri dan bisa menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengingatkan pentingnya kesadaran yang baik bagi seluruh warga negara dalam menunaikan kewajiban perpajakan.
Ia menambahkan, kondisi saat ini lebih baik dari 10 tahun lalu, karena jumlah Wajib Pajak maupun kepatuhan telah meningkat seiring dengan membaiknya kesadaran masyarakat. "Sepuluh tahun lalu, WP di Indonesia tidak lebih dari dua juta dengan yang lapor SPT hanya 33 persen. Sekarang terjadi kenaikan, menjadi 38 juta WP dengan kepatuhan 73 persen," kata Sri Mulyani.
Baca juga, Dirjen Pajak Yakin Penerimaan Pajak Naik 18 Persen.
Untuk itu, ia mengharapkan kepatuhan maupun kesadaran Wajib Pajak tersebut dapat meningkat melalui upaya sosialisasi maupun perbaikan administrasi perpajakan guna mempermudah pembayaran pajak.
Sosialisasi yang dimaksud antara lain dengan memperbaiki komunikasi publik agar masyarakat mengetahui manfaat dari pembayaran pajak dan hasil pembangunan yang dapat dirasakan. "Negara hadir untuk masyarakat, menjaga keamanan ketertiban, memberikan fasilitas umum pendidikan dan jaminan sosial. Hal itu membutuhkan penerimaan negara," katanya.
Seminar untuk meningkatkan kesadaran pajak ini merupakan bagian dari rangkaian acara peringatan hari pajak pada 14 Juli dan dihadiri oleh mahasiswa serta mahasiswi dari 18 perguruan tinggi.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juni 2018 telah mencapai Rp 581,54 triliun. Realisasi tersebut mencapai 40,84 persen dari target Rp 1.424 triliun.
"Penerimaan yang dikelola oleh DJP ini tumbuh 13,96 persen dibandingkan periode sama tahun lalu," kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan dalam diskusi di Jakarta, Selasa (10/7).
Robert mengatakan pertumbuhan penerimaan pajak hingga semester I-2018 ini diluar pendapatan dari program amnesti pajak telah mencapai 16,71 persen. Berdasarkan jenis pajak, penerimaan tersebut berasal dari PPh pasal 21 sebesar Rp 67,9 triliun atau tumbuh 22,23 persen dan PPh pasal 22 impor sebesar Rp 27,02 triliun atau tumbuh 28 persen.
Kemudian PPh badan sebesar Rp 119,9 triliun atau tumbuh 23,79 persen dan PPN dalam negeri sebesar Rp 127,8 triliun atau tumbuh 9,1 persen. Selain itu, PPh Orang Pribadi sebesar Rp 6,98 triliun atau tumbuh 20,06 persen dan PPN impor sebesar Rp 83,86 triliun atau 24,3 persen.
Sektor yang mengalami pertumbuhan tinggi pada semester I-2018 adalah pertambangan 79,71 persen, pertanian 34,25 persen, perdagangan 27,91 persen dan pengolahan 12,64 persen. "Meski pertambangan tumbuh 79,71 persen, namun sharenya ke penerimaan hanya 7,2 persen. Industri pengolahan yang menyumbang penerimaan terbesar dengan kontribusi 30,3 persen," ujar Robert.
Robert optimistis realisasi penerimaan pada semester II-2018 bisa lebih baik dari semester I-2018, apalagi pertumbuhan pajak tanpa amnesti pajak sudah relatif tinggi. Untuk itu, ia menyakini pertumbuhan penerimaan pajak, terutama pajak nonmigas, hingga akhir tahun bisa mencapai kisaran 17-18 persen.