REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha disambut gegap gempita saat memeriksa penyelamatan 12 remaja dan pelatih sepak bola yang terjebak dalam gua terendam air pada pekan ini. Pasukan khusus Thailand, ratusan tentara dan penyelamat asing turut dalam tugas 17 hari untuk menyelamatkan remaja itu.
Penyelamatan itu, yang berakhir pada Selasa (10/7) dengan keberhasilan penuh, juga disambut dengan gembira oleh warga dunia yang mengikuti drama tersebut. Sementara itu, di dalam negeri, keberhasilan tersebut menyatukan negara itu, yang sejak lama terpecah oleh politik.
Keberhasilan gerakan tentara itu dapat membantu Prayuth --kepala angkatan bersenjata, yang menjadi pemimpin Thailand setelah melakukan kudeta pada 2014-- menaikkan ketenarannya menjelang pemilihan umum. Efisiensi dari operasi penyelamatan bocah gua sangat kontras dengan reformasi yang berjalan lambat di Thailand, yang dijanjikan oleh junta saat mengambil alih kekuasaan. Sejumlah jajak pendapat menunjukkan popularitas Prayuth sebagai perdana menteri turun tajam dari tahun sebelumnya.
"Operasi ini tentu saja membantu menaikkan popularitasnya. Saat banyak tentara ikut membantu, orang akan berpikir angkatan bersenjata bisa diandalkan. Orang masih berpendapat Prayuth sebagai tentara," kata Kan Yuenyong, kepala badan peneliti Satuan Intelijen Siam, terkait Prayuth.
Prayuth, yang berulangkali menunda pemungutan suara sejak pertama kali menjanjikannya pada 2015, terus mendapat tekanan besar pada beberapa bulan terakhir untuk segera menggelar pemilu. Pegiat antijuta terus menggelar demonstrasi sejak awal tahun ini, meski perkumpulan seperti itu dilarang secara formal.
Pemilihan umum dijadwalkan akan digelar pada Mei tahun depan. Kan membandingkan upaya penyelamatan bocah gua kali ini dengan bencana banjir yang menewaskan 900 orang pada 2011.
Pada saat itu, militer juga membantu menyelamatkan para penduduk desa serta menyalurkan bantuan, sebuah ilustrasi jelas tentang ketegasan aksi di sebuah negara di mana pejabat sipil jarang menjadi teladan. "Kami masih tidak mempunyai spesialis sipil yang bisa menangani krisis di negara ini, sehingga setiap kali orang selalu berpaling pada tentara," kata Kan.
Juru bicara kementerian pertahanan Kongcheep Tantravanich mengatakan sekitar 2.000 personel militer terlibat dalam misi penyelamatan bocah gua. Dia juga membantah dugaan keberhasilan ini akan menguntungkan junta militer.
"Misi ini adalah upaya cinta dan harmoni dari rakyat Thailand. Semua upaya dari berbagai pihak kami sambut baik untuk menangani bencana alam. Ini bukan tentang popularitas militer. Tentara melakukan ini dari dalam hatinya," kata Kongcheep.
Angkatan bersenjata Thailand selama ini mencitrakan diri sebagai pembela kerajaan. Banyak kudeta militer di negara itu dilakukan atas nama raja.
Baca juga: Penyelamatan Tim Sepak Bola Thailand akan Dijadikan Film