Kamis 12 Jul 2018 11:36 WIB

Rupiah Terseok, BI Imbau Perusahaan Lakukan Hedging

Dengan hedging urusan valas perusahaan sudah aman dan terkunci.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengimbau korporasi atau perusahaan di Indonesia untuk melakukan hedging atau lindung nilai. Dengan begitu perusahaan tidak akan dipusingkan dengan valuta asing (valas) di tengah kondisi pelemahan rupiah seperti sekarang.

"Kuncinya itu, hedging harus jadi risiko korporasi. Maka pada saat terjadi tekanan begini, korporasi tidak dipusingkan bagaimana beli valas supaya tidak mahal," ujar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah kepada Republika.co.id, kemarin

Menurutnya, dengan hedging urusan valas perusahaan sudah aman dan terkunci. "Ini pelajaran bagi kita, bahwa menghadapi ke depan, hedging harus banyak diaktifkan," tegasnya.

BI, kata dia, merekomendasikan perusahaan terutama perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar menggunakan produk hedging Call Spread Option (CSO). Pasalnya biayanya lebih murah.

"Karena itu kombinasi antara dua produk yaitu optiom buy call dan sell call. Jadi nasabah bayar premi tapi terima premi juga. Maka selisihnya yang dibayar dan itu cukup aman," jelas Nanang.

Baca juga, Rupiah Tertekan, Suku Bunga Acuan Naik Hingga 50 Bps.

Beberapa perusahaan, kata dia, sudah masuk ke hedging CSO. Hanya saja, ia enggan menyebutkan lebih detail.  Pada Kamis pagi, kurs rupiah kembali melemah ke level Rp 14.400 per dolar AS. Setelah beberapa hari terakhir bertahan di level Rp 14.300 per dolar AS.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, Kamis, (12/7), mata uang Garuda itu berada di posisi Rp 14.435 per dolar AS. Angka itu melemah dibandingkan posisi kemarin, (11/7), di Rp 14.391 per dolar AS.

Sementara, pada spot perdagangan mata uang, kurs rupiah juga dibuka melemah terhadap dolar AS. Pelemahannya sebanyak 30 poin atau 0,21 persen di level Rp 14.415 per dolar AS.  Kemudian pada pukul 10.00 WIB, rupiah semakin terperosok ke zona merah. Dengan pelemahan mencapai 53 poin atau 0,37 persen ke Rp 14.438 per dolar AS.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan, hampir semua negara di dunia mengalami tekanan Mata uang. Bahkan Thailand sudah menghabiskan 8 miliar dolar AS dalam tiga bulan untuk menjaga stabilitas.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai, pernyataan BI tersebut merupakan cara bank sentral mendinginkan suasana. Supaya ada sentimen positif.  "Nggak apa-apa, it's okay. Indonesia kalau dibandingkan dengan Argentina memang masih lebih aman. Argentinanya mau krisis," ujar Bhima kepada Republika.co.id.

Hanya saja, kata dia, bila dibandingkan dengan Malaysia serta Singapura. Pelemahan mata uang Indonesia justru lebih dalam.  Lebih lanjut, Bhima memprediksi kurs rupiah bisa terus melemah sampai akhir Juli. "Rp 14.700 per dolar AS di akhir Juli," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement