Kamis 12 Jul 2018 14:44 WIB

KPK Periksa Enam Orang Saksi di Aceh

KPK mengingatkan agar para saksi jujur.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  masih terus mendalami informasi yang didapatkan terkait dengan perkara dugaan suap pengerjaan proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOK) Aceh 2018. Pada Kamis (12/7) hari ini  penyidik KPK menggendakan pemeriksaan terhadap beberapa saksi di Aceh.

"Sebagai rangkaian dari penyidikan dugaan suap terhadap Gubernur Aceh trkait DOK Aceh, Hari ini diagendakan pemeriksaan enam saksi dari unsur swasta. Pemeriksaan akan dilakukan di Polda Aceh," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (12/7).

Febri mengingatkan agar para saksi jujur memberikan keterangan. Agar kebenaran terungkap dalam kasus ini. "Sikap kooperatif terhadap proses hukum tentu akan dihargai," ucapnya.

KPK sebelumnya menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh non aktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah non aktif Ahmadi serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.

Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiaya dari DOKA dipotong 10 persen, 8 persen untuk pejabat di tingkat provinsi, dan 2 persen di tingkat kabupaten/kota. Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Ahmadi sebagai pemberi dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak pidana korupsi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement