REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah setuju untuk meningkatkan belanja pertahanannya. Hal itu terjadi setelah Trump melayangkan kritik karena banyak anggota NATO tak memenuhi komitmen anggaran belanja pertahanannya sesuai kesepakatan pada 2014.
Berdasarkan kesepakatan tahun 2014, negara anggota NATO diharuskan mengeluarkan 2 persen dari pendapatan nasional masing-masing untuk pertahanan. Namun, Trump menyebut hanya lima negara, termasuk AS dan Inggris, yang memenuhi komitmen tersebut.
Oleh sebab itu, Trump menyambut komitmen baru negara anggota NATO yang akan meningkatkan belanja pertahanannya sebesar 2 persen dari pendapatan nasional. "Kemarin saya memberitahu mereka bahwa saya sangat tidak senang dengan apa yang terjadi. Mereka telah secara substansial meningkatkan komitmen mereka dan sekarang kami sangat gembira dan memiliki NATO yang sangat, sangat, sangat kuat," ujarnya pada Kamis (12/7).
Trump menilai anggaran pertahanan negara anggota NATO dibutuhkan untuk melawan modernisasi militer Rusia, termasuk ancaman teror di Eropa. Kendati demikian, Trump tak menyebut negara mana saja yang telah menyatakan sepakat dengan komitmen tersebut.
Ia hanya mengatakan negara-negara akan mengeluarkan anggaran belanja pertahanan itu dengan cepat. Trump menghadiri KTT NATO yang digelar di Brussels, Belgia, sejak Rabu (11/7).
Selama dua hari mengikuti acara tersebut, Trump tak hanya melayangkan kritik tentang anggaran belanja pertahanan negara anggota NATO. Ia pun mengkritik kerja sama antara Jerman dan Rusia dalam bidang energi.
Trump menuding Jerman telah dikontrol oleh Rusia. Hal itu karena Rusia akan menjadi pemasok minyak terbesar Jerman melalui pipa kilang minyak baru. "Saya harus mengatakan, saya pikir itu sangat menyedihkan ketika Jerman membuat kesepakatan minyak dan gas besar-besaran dengan Rusia, di mana kita seharusnya berhati-hati terhadap Rusia," kata Trump.
Ia telah meminta NATO menyelidiki kerja sama Jerman dengan Rusia. Namun Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menganggap tak ada yang salah dengan kerja sama tersebut. Sebab pada masa Perang Dingin pun sekutu NATO menjalin kerja sama perdagangan dengan Rusia.