Jumat 13 Jul 2018 05:05 WIB

Survei BI: Lowongan Kerja Meningkat

Peningkatan lowongan pekerjaan merupakan indikator pertumbuhan ekonomi.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Teguh Firmansyah
Pengangguran (ilustrasi)
Pengangguran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI), lowongan kerja meningkat pada kuartal II 2018. Peningkatan rata-ratanya mencapai 19,2 persen atau lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya yang 18,74 persen.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan, pertumbuhan lowongan kerja terjadi pada sektor keuangan dan asuransi sebesar 47,7 persen. Kemudian di sektor perdagangan besar dan eceran sebanyak 25,1 persen; pertambangan dan penggalian sebesar 53,5 persen; penyediaan akomodasi dan makan-minum sebesar 16,4 persen, serta konstruksi sebanyak 48,5 persen.

"Kita survei lowongan kerja ini pakai big data. Jadi seluruh penawaran pekerjaan lewat online kita tarik datanya," ujar Yati kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (12/7).

Menurutnya, hal itu menjadi indikator pertumbuhan ekonomi. Pasalnya dapat terlihat, sektor mana yang tumbuh paling baik.  Lebih lanjut, ia menyebutkan, pertumbuhan lowongan pekerjaan di Pulau Jawa masih tumbuh 10 persen. Hanya saja, lebih menurun dibandingkan sebelumnya.  "Masih banyak lowongan pekerjaan yang ditawarkan di Jawa. Hanya saja, pertumbuhannya lebih tinggi di Sumatera dan Kalimantan, misalnya di Riau," katanya.

Yati menyebutkan, pertumbuhan lowongan pekerjaan saat ini didominasi 85 persennya untuk sektor formal. Sisanya barulah untuk sektor informal.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tidak lantas puas dengan perekonomian yang selama ini dianggap baik. Begitu juga dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang setiap tahun menurun secara perlahan.

Menurutnya, kemiskinan dan pengangguran masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah Indonesia agar angka tersebut bisa turun secara drastis. Jokowi menuturkan, dari data yang diambil melalui badan pusat statistik (BPS) posisi angka kemiskinan pada 2015 mencapai 11,3 juta, pada 2016 angkanya turun ke 10,7 juta, dan pada 2017 kembali mengalami penurunan ke titik 10,2 juta.

"Kita harapkan tahun ini (2018) akan satu digit angka kemiskinan kita," ujar Jokowi dalam Rakernas Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APEKSI), Jumat (6/7).

Namun angka satu digit ini bukan berarti kemiskinan berkisar pada sembila koma, seperti 9,9. Angka sembilan koma dianggap masih terlalu besar. Jokowi pun berharap angka kemiskinan terus ditekan hingga mencapai nol, atau tidak ada masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.

Baca juga, Menaker Klaim Jumlah Pengangguran Sentuh Titik Terendah.

Sedangkan untuk angka pengangguran, Jokowi menyebut bahwa pada 2015 jumlahnya mencapai 7,56 juta, sedangkan pada Februari 2018 pemerintah berhasil menurunkannya dan saat ini berada di angka 6,87 juta.

Angka yang masih terbilang tinggi ini harus jadi perhatian bersama bukan hanya oleh pemerintah pusat tapi juga pemerintah daerah di Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Kunci untuk menekan kedua angka ini pun adalah bagaimana Indonesia mampu menumbuhkan perekonomiannya. Dan sektor yang paling mudah meningkatkan ekonomi adalah investasi dan ekspor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement