Jumat 13 Jul 2018 00:55 WIB

Jepang Lebih Terancam Bencana Akibat Cuaca

Menyelamatkan nyawa adalah tugas terbesar pemerintah Jepang.

Kerusakan akibat banjir bandang di Hiroshima, Jepang, Selasa (10/7).
Foto: Ryosuke Ozawa/Kyodo News via AP
Kerusakan akibat banjir bandang di Hiroshima, Jepang, Selasa (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, KURASHIKI -- Jepang lebih terancam mengalami cuaca buruk dan harus menemukan cara untuk mengurangi bencana. Hal itu disampaikan setelah cuaca panas dan kekurangan air meningkatkan ketakutan akan penyakit di antara penyintas bencana cuaca terburuk dalam 36 tahun belakangan.

Hujan deras, yang melanda Jepang barat seminggu lalu, menyebabkan banjir dan longsor. Bencana itu menewaskan 200 orang, sebagian besar terjadi di masyarakat yang beberapa dasawarsa tinggal di lereng gunung dan dataran banjir.

Namun, cuaca buruk menghantam negara itu lebih sering dalam beberapa tahun belakangan, menimbulkan pertanyaan tentang dampak pemanasan global. Puluhan orang tewas dalam bencana serupa pada tahun lalu.

"Kenyataan tidak terbantahkan bencana semacam ini, yang disebabkan hujan deras, yang belum pernah terjadi, menjadi lebih sering dalam beberapa tahun belakangan," kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga pada jumpa pers di Tokyo, Kamis (12/7).

Dia mengatakan menyelamatkan nyawa adalah tugas terbesar pemerintah. "Kami menyadari ada kebutuhan untuk melihat langkah-langkah yang dapat kami ambil untuk mengurangi dampak dari bencana seperti ini bahkan jika sedikit," katanya.

Dia tidak menjelaskan langkah apa yang bisa diambil pemerintah. Lebih dari 200 ribu rumah tangga tidak memiliki pasokan air bersih selama seminggu setelah bencana melanda dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal.

Dengan suhu mulai dari 31 hingga 34 Celcius (86 hingga 93 Fahrenheit) dan kelembaban tinggi, kehidupan di gedung sekolah dan pusat pengungsian lain, tempat keluarga tinggal beralaskan tikar di lantai, mulai mengambil korban. Tayangan televisi menunjukkan seorang wanita tua mencoba tidur dengan berlutut di kursi lipat, lengan menutupi matanya untuk melindungi dari cahaya.

Jumlah kipas angin di pusat-pusat evakuasi yang sedikit menyebabkan banyak penyintas menggunakan kipas kertas agar tetap sejuk. Pasokan air yang ketat menyebabkan orang-orang itu tidak mendapatkan cukup cairan dan dalam bahaya menderita serangan panas.

"Tanpa air, kita tidak bisa benar-benar membersihkan apa-apa. Kita tidak bisa mencuci apa pun," kata seorang pria kepada televisi NHK.

Pemerintah mengirimkan truk air tetapi persediaan masih terbatas. Perdana Menteri Shinzo Abe, dalam kunjungan ke Kota Kurashiki, berjanji memberikan bantuan sesegera mungkin. Dia dijadwalkan untuk mengunjungi dua daerah yang terkena dampak lainnya pada Jumat dan akhir pekan.

Lebih dari 70 ribu militer, polisi dan petugas pemadam kebakaran bekerja keras menyisir puing-puing untuk mencari korban tewas. Tim menggunakan penggali dan gergaji untuk membersihkan tanah longsor dan memotong reruntuhan bangunan dan pohon. Banyak wilayah masih terkubur lumpur berbau menyengat dan kemudian mengeras karena cuaca panas.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement