Jumat 13 Jul 2018 11:40 WIB

Macron Bantah Klaim Trump Soal Anggaran Pertahanan NATO

Macron sebut negara anggota NATO tidak akan meningkatkan anggaran hingga 2024

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: AP Photo/Thibault Camus
Presiden Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak akan meningkatkan anggaran belanja pertahanannya sebesar 2 persen dari pendapatan nasional hingga tahun 2024. Pernyataan itu sekaligus membantah klaim Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyebut negara anggota NATO sepakat meningkatkan anggaran pertahanannya.

"Ada komunike yang diterbitkan kemarin. Ini sangat rinci. Komunike mengonfirmasi tujuan (anggaran pertahanan) 2 persen pada 2024. Itu saja," kata Macron ketika menggelar konferensi pers di sela-sela KTT NATO di Brussels, Belgia, Kamis (12/7).

Sebelumnya Trump telah mengkritik anggaran pertahanan negara anggota NATO yang disebutnya belum memenuhi komitmen sebesar 2 persen dari pendapatan nasional. Dari 29 negara anggota, hanya lima negara saja yang baru melaksanakan komitmen tersebut, termasuk AS dan Inggris.

Trump merasa hal itu tidak adil bagi AS yang menyisihkan 3,5 persen pendapatan nasionalnya untuk pertahanan. Ia pun mendesak negara anggota NATO lainnya agar segera meningkatkan anggaran pertahanan sebesar dua persen dari pendapatan nasional sebelum 2024.

Trump mengklaim, setelah kritik tersebut disampaikan, negara anggota NATO sepakat untuk meningkatkan anggaran pertahanannya. "Kemarin saya memberitahu mereka bahwa saya sangat tidak senang dengan apa yang terjadi. Mereka telah secara substansial meningkatkan komitmen mereka dan sekarang kami sangat gembira dan memiliki NATO yang sangat, sangat, sangat kuat," ujarnya pada Kamis.

Selama dua hari mengikuti KTT NATO, Trump tak hanya melayangkan kritik tentang anggaran belanja pertahanan negara anggota NATO. Ia juga mengkritik kerja sama antara Jerman dan Rusia dalam bidang energi.

Trump menuding Jerman telah dikontrol oleh Rusia. Hal itu karena Rusia akan menjadi pemasok minyak terbesar Jerman melalui pipa kilang minyak baru.

"Saya harus mengatakan, saya pikir itu sangat menyedihkan ketika Jerman membuat kesepakatan minyak dan gas besar-besaran dengan Rusia, di mana kita seharusnya berhati-hati terhadap Rusia," kata Trump.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement