Sabtu 14 Jul 2018 05:30 WIB

Mendag: Indonesia Satu-Satunya Negara yang Diajak Bicara AS

AS akan mencabut tarif bea masuk istimewa yang selama ini diperoleh produk Indonesia

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Indonesia dan Amerika Seikat
Foto: Ilustrasi
Bendera Indonesia dan Amerika Seikat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto melakukan pertemuan dengan sejumlah pengusaha yang selama ini telah mengekspor ke Amerika pada Jumat (13/7). Pertemuan itu dilakukan jelang kunjungan Mendag ke Amerika Serikat (AS) untuk melakukan negosiasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) AS, United States Trade Representative (USTR), terkait fasilitas Generalized System of Preference (GSP).

Enggartiasto mengatakan, sesuai dengan undangan USTR, ia akan datang ke AS untuk melakukan lobi secara langsung agar Indonesia tetap mendapatkan potongan tarif bea masuk dari fasilitas GSP. Menurut dia, dari tiga negara yang saat ini tengah direview kelaikannya untuk menerima GSP, hanya Indonesia yang diundang langsung untuk bertemu dengan USTR.

"Kita ini satu-satunya negara yang dapat fasilitas GSP yang diundang duduk," ujar Mendag, dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (13/7).

Selain Indonesia, dua negara lain yang juga sedang ditinjau ulang kelaikannya untuk mendapat fasilitas GSP adalah Kazakhstan dan India.

Mendag melanjutkan, dalam pertemuan nanti, pemerintah juga akan mengangkat isu kenaikan tarif impor yang diterapkan AS untuk besi baja sebesar 25 persen dan aluminium sebesar 10 persen. Indonesia akan meminta pengecualian dari kenaikan tarif tersebut.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menambahkan, tarif yang lebih rendah untuk besi baja dan aluminium bisa saja dapatkan Indonesia karena Amerika memang membuka kesempatan pengecualian tarif untuk negara tertentu. "Itu yang harus kita manfaatkan," ujarnya.

Terkait fasilitas GSP, Oke menyebut, hanya sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia ke AS yang mendapat potongan tarif bea masuk. Kementerian Perdagangan mencatat, pada 2017 total perdagangan Indonesia dan AS mencapai 25,91 miliar dolar AS. Indonesia mendapat surplus terhadap AS sebesar 9,67 miliar dolar AS.

AS menganggap Indonesia sebagai negara yang menyumbang defisit perdagangan bagi mereka. Karena itu, melalui USTR, pemerintah AS mengkaji ulang kelaikan Indonesia untuk mendapat keistimewaan berupa potongan bea masuk dari fasilitas GSP.

Menurut Oke, dalam mereview kelaikan suatu negara untuk menerima GSP, AS kini menambahkan dua poin penilaian, yakni market access atau akses pasar serta hambatan terhadap investasi di negara yang diberi GSP. "Market akses mana yang dimaksud? Jadi kita perlu duduk di sana dan beri klarifikasi yang jelas."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement