REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluhkan Amerika Serikat. Hal itu terkait dengan rencana AS mengevaluasi 124 produk ekspor Indonesia yang menerima pemotongan bea masuk dalam Generalized System of Preferences (GSP).
"Untuk mengevaluasi (GSP), mereka punya data, permintaan. Ini kok kita dihambat-hambat di Indonesia. Ada mengenai asuransi, national payment gateway (GPN), mengenai data processing center, intellectual property right dan ada mengenai pertanian. Nah, kita tadi membahas tiga pertama tadi itu. Untuk merumuskan, kita tawarannya apa," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Jumat (13/7).
Kendati demikian, Darmin masih enggan menjelaskan detail terkait tawaran yang akan diajukan Indonesia kepada AS. Ia mengatakan, pada 17 Juli mendatang Indonesia akan mengirimkan daftar penawaran dan kemudian dibahas bersama AS pada 23 Juli.
"Kita punya kesimpulan tapi kita tidak bisa sampaikan. Lebih baik kita jangan cerita-cerita dulu," kata Darmin.
Untuk diketahui, GSP merupakan kebijakan perdagangan AS yang memberi pemotongan bea masuk terhadap produk ekspor negara tertentu. Jika GSP dicabut, maka bea masuk produk Indonesia ke AS akan menjadi lebih mahal.
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan, dampak dari pencabutan GSP ke Indonesia adalah sekitar 1,8 miliar dolar AS atau hampir 10 persen dari total perdagangan Indonesia-AS yang sebesar 20 juta dolar AS per tahun.
Dia menyampaikan, negosiasi ke AS akan menyampaikan hubungan ekonomi dua negara tersebut secara lebih menyeluruh. Ia mengatakan, meski Indonesia mencatat surplus perdagangan 9 hingga 10 miliar dolar AS per tahun, AS juga mengambil untung karena memiliki investasi di berbagai bidang di tanah air.
Baca juga, AS tak Ingin Apel dan Kedelai Dihalangi Masuk Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebut, Amerika Serikat meminta agar Indonesia tidak menghambat ekspor produk hortikultura mereka. Adapun produk hortikultura unggulan yang diekspor Negeri Paman Sam ke Indonesia antara lain apel dan kedelai.
"Mereka tidak mau ada barrier untuk produknya ke sini," kata Mendag, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (11/7).
Menurut Enggartiasto, kekhawatiran Amerika tersebut muncul karena pemerintah Indonesia sempat berencana menaikkan tarif bea masuk untuk produk hortikultura. Namun demikian, rencana itu tidak dilanjutkan karena pemerintah khawatir dampaknya akan dirasakan oleh pelaku usaha kecil dan menengah. “Pengusaha tahu dan tempe pasti protes,” ujarnya.
Mendag berencana terbang ke Amerika Serikat untuk menemui Departemen Perdagangan AS atau United States Trade Representative (USTR) pada akhir Juli mendatang. Mendag akan melakukan negosiasi dengan USTR agar Indonesia tetap mendapatkan fasilitas Generalized System of Preference (GSP).
“Kita akan bicara dengan USTR agar GSP tetap kita dapatkan,” kata Enggartiasto.