REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Presiden ketiga RI, BJ Habibie, mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan akuisisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 51 persen harus dilihat dari dua sisi baik untung maupun rugi.
Menurut Habibie, penguasaan mayoritas saham PTFI, tentu menjanjikan keuntungan besar bagi Indonesia bila pengelolaannya ke depan terarah. Namun sebaliknya, menjadi pemegang saham mayoritas juga mengharuskan pemerintah siap merugi bila usaha pertambangan tembaga dan emas di Papua tersebut sedang terpuruk.
Meski begitu, Habibie tetap mengapresiasi pemerintahan Presiden Jokowi yang telah menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan Freeport McMoran dan Rio Tinto terkait divestasi saham.
"Ini prestasi Presiden Jokowi. Kalau ada keuntungan kita dapat 51 persen. Namun itu kalau untung, kalau rugi ya kita harus tanggung jawab kerugiannya 51 persen. Tergantung orangnya, manajemen, dan pemasaran," jelas Habibie usai menghadiri pemberian gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) kepada CEO Mayapada Grup, Dato' Sri Tahir di Universitas Andalas, Senin (16/7) kemarin.
Baca juga, Drajad Sebut Pencitraan Freeport Kelewatan, Ini Alasannya.
Habibie menambahkan, bila pemerintah sepenuhnya menjadi pemegang saham PTFI mayoritas, maka diperlukan kejelian dan komitmen dalam mengelola pertambangan raksasa tersebut. Menurutnya, bakal ada biaya-biaya tambahan yang harus bisa diminimalisir oleh pemerintah. "Ini kemajuan," katanya.
Penandatanganan Divestasi Saham Freeport. Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin bersama CEO Freeport-McMoran Inc Richard Adkerson menandatangni perjanjian divestasi saham PT Freeport Indonesia disaksikan Menkeu Srri Mulyani (dari kanan) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (12/7).
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui holding BUMN pertambangan, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) menegaskan posisinya untuk mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Nilai yang disepakati dari divestasi dalam Head of Agreement antara pihak Indonesia dan Freeport McMoran ini sebesar 3,85 miliar dolar AS.
Baca juga, JK Sebut Manfaat Bank Asing Biayai Akuisisi Freeport.
Dari 3,85 miliar dolar AS ini, Inalum, membeli participating interest Rio Tinto terhadap Freeport Indonesia. Selain itu, Indonesia juga membeli 100 persen saham Indocooper sebesar 350 juta dolar AS.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Drajad Wibowo menyatakan, pencitraan atas pengumuman hasil negosiasi dengan Freeport Indonesia (FI), sangat berlebihan. Karena faktanya transaksi ini masih jauh dari tuntas.
"Saya mendukung penuh usaha pemerintah mengambil alih saham mayoritas Freeport. Yang saya kritisi adalah pencitraan dan pembodohan rakyat yang kelewatan," kata Dradjad dalam siaran persnya, Jumat (13/7).
Drajad yang juga anggota Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional yakin Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mati-matian mencari deal terbaik bagi Indonesia. Atas dasar itu, ia mengaku pendukung penuh usaha Pemerintah mengambil alih saham mayoritas Freeport. Sayangnya, menurut dia pencitraan yang dilakukan oleh oknum pemerintah sangat kelewatan.