REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Anggota Komisi VI DPR RI Slamet menilai, kenaikan harga telur ayam saat ini sebagai akibat tata niaga yang tidak beres. Oleh karena itu ia meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk turun menangani permasalahan tersebut.
"Harga telur secara khusus dan harga komoditi unggas lainya hari ini tinggi sekali," ujar Slamet yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kepada wartawan di Sukabumi, Selasa (17/7). Fenomena ini dinilai karena ada tata niaga yang tidak beres dan harus di tata ulang.
Terlebih lanjut Slamet, kondisi tidak stabilnya harga di komoditas unggas ini seringkali terjadi. Terkadang harga komoditas unggas termasuk telur dan daging ayam di dalamnya hancur. Sementara pada waktu tertentu seperti sekarang ini harganya tinggi sekali.
Kondisi ini kata Slamet terjadi karena sistem kartelisasi dari hulu ke hilir yang terjadi pada bisnis ini. "Ketika perusahaan-perusahaan besar main dari hulu dan hilir, maka harga bisa di mainkan oleh mereka,’’ ujar dia yang berasal dari daerah pemilihan Kota/Kabupaten Sukabumi.
Baca juga, Biang Keladi Meroketnya Harga Telur Ayam.
Oleh karenanya ungkap Slamet, KPPU harus turun tangan untuk melihat kasus ini secara komprehensif atau menyeluruh. Sebabnya selama sistem hulu hilir ini tidak dibenahi.
Maka situasi seperti sekarang ini akan terus berulang di kemudian hari. Pada akhirnya rakyatlah yang akan menjadi korban karena tingginya harga komoditas unggas di pasaran.
Sebelumnya, harga komoditas telur ayam dan daging ayam di pasar tradisional Kota Sukabumi, Jawa Barat masih mahal. Rata-rata harga telur ayam di pasaran sebesar Rp 30 ribu per kilogram.
"Harga telur ayam di pasar masih belum turun Rp 30 ribu per kilogram,’’ ujar Kepala Bidang Perdagangan, Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian Kota Sukabumi Heri Sihombing kepada wartawan, Selasa (17/7). Sementara harga daging ayam Rp 45 ribu per kilogram.